ArtikelArtikel/OpiniRagam

Penerapan Good Corporate Governance Pada Industri Perkebunan

Oleh : Muhammad Parikesit Wisnubroto *)

BeritaNasional.ID — Menurut OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan yang meliputi pengaturan pembagian tugas serta hak dan kewajiban yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, manajer, dan semua stakeholder di luar pemegang saham.

Selain itu, corporate governance juga memuat tentang ketentuan dan prosedur yang harus diperhatikan oleh dewan direksi untuk mengambil keputusan. Dengan pembagian tugas, hak dan kewajiban, serta ketentuan dan prosedur maka perusahaan mempunyai pegangan bagaimana menentukan sasaran usaha dan strategi untuk mencapai sasaran tersebut. Dalam industri perkebunan terdapat beberapa macam pemegang saham yaitu perkebunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah pemerintah, perkebunan swasta adalah para pemodal, dan untuk perusahaan yang berstatus terbuka (Tbk.) adalah para pemilik saham. Sementara itu, pengelolaannya adalah dewan direksi dan karyawan. Adapun stakeholder di luar perusahaan antara lain pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), vendor, pers, masyarakat sekitar perkebunan perbankan.

Tujuan utama dari  Good Corporate Governance (GCG) adalah melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, para anggota stakeholder di luar pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja manajemen perusahaan, serta meningkatkan mutu hubungan dewan direksi dan manajemen di bawahnya. Sedangkan prinsip-prinsip GCG menurut ASX (Australian Stock Exchange), yaitu:

  • Membangun landasan kerja yang kuat bagi manajemen perusahaan dan dewan direksi. Mereka wajib membangun kesadaran tentang hak dan tanggung jawabnya.
  • Menyusun struktur organisasi dewan direksi yang dapat menjamin efektivitas kerja dan peningkatan nilai perusahaan.
  • Mengembangkan kebiasaan dalam mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Menjaga integritas laporan keuangan.
  • Mengungkapkan semua informasi tentang kondisi dan perkembangan perusahaan kepada pemegang saham secara tepat waktu dan seimbang.
  • Menghormati hak dan kewajiban para pemegang saham.
  • Mengelola bisnis secara profesional dengan menyusun prosedur, mengevaluasi risiko bisnis, dan investasi yang mungkin akan mereka hadapi.
  • Mendorong peningkatan kinerja dewan direksi dan manajemen perusahaan.
  • Menjamin pemberian balas jasa pimpinan dan karyawan perusahaan yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Memahami hak dan kepentingan stakeholder yang sah.

Kinerja perusahaan di Indonesia yang menerapkan prinsip-prinsip GCG diharapkan akan lebih baik dibandingkan dengan yang tidak menerapkan. Dalam Indonesia Code for Good Corporate Governance dimuat hal-hal antara lain pemegang saham dan haknya, fungsi dewan komisaris perusahaan, fungsi direksi, sistem audit, sekretaris perusahaan, stakeholder, prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan,  prinsip kerahasiaan, etika bisnis dan korupsi serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.  ketentuan tentang GCG di atas terutama ditujukan kepada perusahaan-perusahaan publik, BUMN, dan perusahaan yang menggunakan dana publik.

Peristiwa tumbangnya perusahaan perkebunan yang besar ditandai dengan lemahnya prinsip GCG antara lain:

  • Lemahnya peranan dewan direksi dalam mengendalikan pengelolaan perusahaan yang kurang aktif dalam menganalisis strategi bisnis perusahaan.
  • Semakin bebasnya manajemen mengelola kekayaan dan hutang perusahaan.
  • Tidak transparan, akurat, dan tepat waktu dalam melaporkan perkembangan bisnis dan keuangan kepada pemegang saham.
  • Auditor yang lemah.

Manajemen dalam mengelola tanpa pengawasan dan lemahnya sistem berakibat fatal bagi perusahaan, sehingga terjadi skandal korupsi, kolusi, dan pengelolaan yang tidak efisien atau pemborosan, demikian juga perusahaan besar di Indonesia yang jatuh  karena pengelolaan GCG yang lemah. Dalam industri perkebunan yang mempunyai karakteristik antara lain:

  • Areal yang luas dan tersebar dengan jarak cukup jauh.
  • Menggunakan tenaga kerja yang besar atau banyak dengan tingkat pendidikan rendah sampai tinggi.
  • Proses usaha dengan rantai produksi yang panjang.
  • Aktivitas yang intens dan kompleks.
  • Jangkauan pengawasan yang luas.
  • Rawan terjadi gangguan keamanan.
  • Perlu pengawasan yang intensif.
  • Rawan penyelewengan dan pencurian, baik eksternal maupun internal.
  • Modal investasi yang cukup besar.
  • Sangat tergantung dengan alam.

Berdasarkan karakteristik yang kompleks tersebut, maka dalam mengelola usaha perkebunan agar berhasil, memberikan nilai keuntungan yang besar, dan berkesinambungan sangat diperlukan pengelolaan yang baik antara lain dengan penerapan GCG. Selain penerapan tersebut, diperlukan juga transformasi bisnis oleh perusahaan perkebunan dengan melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam organisasi antara lain seperti visi dan misi, tata nilai, strategi, serta bisnis sukses model. Disamping itu, dalam pengelolaannya perlu diperhatikan pula hal-hal penting antara lain 1) optimalisasi aset, 2) pembangunan sistem, serta 3) pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang juga tidak dapat terpisahkan dari penerapan GCG. (Ay/BERNAS)

*) Biodata Penulis :
Nama : Muhammad Parikesit Wisnubroto
Profesi : Dosen Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas
E-mail : wisnubroto.95@gmail.com

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button