Sumatera Barat

Polemik Lahan Eks HGU PT Inang Sari di Agam, Kementerian ATR/BPN Lakukan Inventarisasi

BeritaNasional.id, Sumatera Barat – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melakukan identifikasi dan inventarisasi terhadap lahan eks HGU PT Inang Sari di Nagari Padang Mardani, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kegiatan ini digelar pada Selasa, 24 Juni 2025, dan menjadi sorotan seiring konflik penguasaan lahan yang masih bergulir antara perusahaan dan masyarakat.

Kepala Kebun PT Inang Sari, Kresno, menjelaskan bahwa agenda pada 24 Juni lalu terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama, proses identifikasi dan inventarisasi lahan oleh Kementerian ATR/BPN pusat di beberapa titik lokasi di Sumbar.

“Mereka melakukan pengambilan data menggunakan drone untuk foto udara, khususnya di area HGU Nomor 1, 6, dan 7 yang merupakan wilayah operasional PT Inang Sari,” ujar Kresno dalam rekaman suara yang dikirimkan ke media, Kamis (26/6/2025).

Setelah dari PT Inang Sari, tim juga melanjutkan proses identifikasi ke PT Multi Tama di Kecamatan IV Nagari. Menurut Kresno, seluruh kegiatan ini sudah direncanakan sejak sebulan sebelumnya dan telah diinformasikan kepada pihak perusahaan.

Kegiatan kedua adalah penanaman plang tanda batas lahan oleh Pemkab Agam. Kresno menyebut, penanaman tersebut merupakan tindak lanjut dari serangkaian rapat yang telah digelar, termasuk rapat terakhir pada 30 Mei 2025 yang melibatkan Forkopimda, tim penyelesaian konflik dari BPN, Kejaksaan, Kepolisian, OPD terkait, hingga perwakilan masyarakat.

“Dalam rapat itu dijelaskan posisi hukum dari HGU Nomor 1, 6, dan 7. Termasuk yang dihadiri langsung oleh masyarakat serta kuasa hukumnya,” terang Kresno.

Salah satu poin penting dalam rapat tersebut, lanjut dia, adalah penegasan bahwa HGU Nomor 1 saat ini sedang dalam proses perpanjangan. Karena itu, secara hukum, tanah tersebut masih berstatus sebagai tanah negara. Proses perpanjangan mengacu pada surat Eks Eksporponding Nomor 213.

“Untuk HGU 6 dan 7, meskipun masa berlakunya habis Desember 2024, masih memiliki hak perdata selama dua tahun sesuai undang-undang. Kami berharap proses perpanjangan rampung sebelum masa itu berakhir,” imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Agam, Edi Busti, yang juga hadir dalam kegiatan tersebut, menegaskan bahwa kegiatan ini bertujuan mendampingi BPN/ATR dalam verifikasi dan inventarisasi.

“Ini untuk mengetahui data riil penguasaan lahan. Kita fasilitasi proses ini untuk mendapatkan dasar kebijakan ke depan,” kata Edi.

Ia merinci, HGU Nomor 1 memiliki luas 500 hektare, namun hanya sekitar 400 hektare yang digarap perusahaan. Sedangkan HGU Nomor 6 luasnya 347 hektare, namun yang dimanfaatkan perusahaan hanya sekitar 80 hektare. Sisanya kini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Namun perlu dipahami, lahan ini bukan eks tanah ulayat, tapi bagian dari lahan negara berdasarkan Eks Eksporponding 213. Masyarakat perlu memahami hal ini secara hukum,” tegas Edi.

Lebih lanjut, Pemkab Agam sejak 2022 sebenarnya sudah menetapkan status Kawasan Usaha Optimal (KUO) di lahan HGU Nomor 1. Artinya, tidak boleh ada tambahan penanaman baru oleh perusahaan maupun kegiatan bertani oleh masyarakat tanpa izin.

“Untuk ke depan, kita tunggu hasil final dari BPN/ATR terkait status lahan-lahan ini,” tutup Edi. (RieL)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button