Hukum & Kriminal

Suami Babak Belur dalam Tangan Polisi, Yesrita: Siapa yang Menyiksanya ?

“Saya mengatakan yang sebenarnya”, ucap Yesrita mengawali perbincangan dengan BeritaNasional.ID, beberapa waktu yang lalu.

“Orang sekampung Sarik Selatan ini dapat jadi saksi kebenaran pernyataan saya. Jika ada pemilik hati nurani yang tersentuh oleh derita kami, tetapi ragu akan kebenarannya, datanglah ke Sarik Selatan, tanyalah seluruh tetangga kami. Tanyalah seluruh pemuka masyarakat, mulai dari Ninik-Mamak, Bundo Kanduang, Ketua Pemuda, Kepala Jorong, dll”, sambungnya.

Yesrita menyadari dan dapat memahami, bahwa mencurigai seseorang melakukan kejahatan, sah-sah saja, asalkan ada indikator petunjuknya.  Menuduh seseorang melakukan tindak pidana, syah-syah saja, asalkan cukup alasan hukumnya. Polisi menangkap seseorang, merampas hak asasi seseorang sudah hal yang seharusnya asalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

Yesrita menyadari betapa luar biasa pentingnya polisi dalam kehidupan komunitas bernegara ini. Tanpa polisi, hukum rimba akan tampil, siapa yang kuat akan memangsa yang lemah. Betapa luar biasa pentingnya polisi. Tanpa polisi, keamanan dan kenyamanan menjalani totalitas kehidupan, akan terancam disetiap detik perjalanan waktu.

“Maka saya cinta mati pada polisi, dan saya mengajak setiap orang di negeri ini untuk mencintai, menghormati, dan menyayangi polisi”, kata Yesrita dengan mimik yang serius, dengan sorot mata yang memancarkan kejujuran. Apa yang terkonstruksi dalam jiwanya, itulah yang terucap dalam bahasa ucapannya.

Tetapi, dia juga mengatakan, ” Sebodoh-bodoh warga negara seperti saya, tahu, mengerti, dan paham, bahwa polisi juga punya aturan yang mengaturnya, namanya Peraturan Kapolri. Negara juga mengatur polisi, bukan zonder batas, diatur melalui undang-undang tentang polisi. Kebersamaan manusia hidup di muka bumi ini juga punya kesepakatan dan komitmen bersama, bahwa ada hak asasi manusia yang harus dijunjung bersama, yang hanya berdasarkan konstitusi untuk dapat merampasnya, namanya Hak Asasi Manusia”.

Iya. Keterbukaan dan kecanggihan alat penyampai informasi sekarang ini, dikatakan Yesrita , seawam-awam warga negara, akan tahu aturan yang dilanggar, akan tahu hak-hak materilnya yang dirampas, akan tahu hak-hak morilnya yang diinjak-injak, dan perlakuan yang seharusnya tidak berlaku atau berlaku padanya. Walapun kemarin tidak tahu, tetapi hari ini, besok, lusa, tulat, tubin akan tahu juga.

“Apakah, jika ada seseorang polisi melaksanakan tugasnya melanggar Hak Asasi Manusia dengan kelakuan melanggar peraturan Kapolri, melanggar undang-undang tentang polisi, melanggar konstitusi dapat dianggap atas nama polisi juga ?”, tanya Yesrita, yang nada sesungguhnya bukan untuk dijawab langsung, tetapi untuk direnungi dan diresapi.

” Kalau bukan atas nama polisi tetapi oknum, maka seharusnya disingkirkan dari institusi polisi. Karena keberadaannya membuat warna polisi jadi hitam”, timpal seorang familinya yang mendampinginya wawancara, salah seorang familinya yang sudah tamat SLTA.

Apa yang ditangiskan Yesrita,  suaminya, dalam keadaan lebam-lebam disekujur tubuhnya, bakhan dibelakang telinganya bengkak membiru.

Mustafa ditangkap polisi pada 22 Juni 2022, ditahan sehari semalam,  dilepas karena tidak cukup bukti melakukan pembakaran alat berat Pudun dkk di Sinuangon.

“Kami lepaskan dari rumah,  semua tetangga menyaksikan, suami saya dalam keadaan sehat-sehat, segar-bugar  saja. Tapi pulangnya dalam keadaan menderita, sekujur tubuhnya lebam-lebam; dan yang paling nyata dilihat orang banyak, belakang telinganya bengkak membiru, dan tampilannya tidak segar-bugar lagi. Siapa yang menghajarnya”, ucap Yesrita sengungukan.  Air matanya terus bercucuran.

“Rasanya ingin meraung mempertanyakan hal ini kepada semua makhluk yang ada dipermukaan bumi ini”, sambungnya terbata-bata menahan hati.

“Banyak saksi yang siap bersaksi di Sarik Selatan ini, bahwa suami saya, Mustafa, dibawa polisi dalam keadaan sehat-sehat saja. Lepas dari tahanan polisi dalam keadaan menderita, sekujur tubuhnya lebam-lebam, dan belakang telinganya bengkak membiru”, ulangnya lagi menjelaskan.

“Kalau bukan oknum polisi pelakunya, sedangkan suami saya sedang dalam tangan polisi. Siapa yang menyiksanya ?”, ucapnya lagi.

Melalui pemberitaan deritanya, Yesrita juga berharap kepada semua yang hati nuraninya tersentuh, yang filosofis hidupnya mencintai polisi, agar memviralkan pelanggaran hak asasi manusia tergadap suaminya, menyebarkannya dengan cara yang legal.Dengan demikian, agar semua LSM dan pemerhati polisi dan hak asasi manusia dapat mendorong pengambil keputusan di institusi Polri, dapat memastikan kejadian peristiwa yang dialami suaminya, menindak oknum-oknum polisi yang menodai citra polisi, dan semua yang menjadi dalang yang terkait dengan perlakuan tak manusiawi terhadap suaminya, Mustafa !***

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button