Ragam

Tingkatkan Karakter Siswa SMAN 1 Srono, Agama Hindu Gelar Upanayana

BeritaNasional.ID,
BANYUWANGI – Dalam proses awal pembelajaran yang dilaksanakan secara formal semestinya dilaksanakan suatu upacara yang disebut Upanayana. Upacara ini dilaksanakan bagi seorang anak yang mulai memasuki masa Brahmacari Asrama (masa belajar menuntut ilmu pengetahuan) SMA Negeri 1 SRONO, di Pura Agung Blambangan masuk Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Minggu (12/8/18).

Upanayana merupakan wujud peningkatan status seorang sisya (siswa) ke tingkatan yang lebih tinggi. Dalam artian mereka dilahirkan untuk keduakali secara spiritual dalam menuntut dan mempelajari ilmu pengetahuan yang lebih menekankan pada pembinaan mental dan moralitas. “Acara ini diikuti oleh sejumlah siswa yang beragama Hindu di SMA Negeri 1 Srono, sekitar 26 siswa yang ikut,” ujar Guru Agama Hindu SMA Negeri 1 Srono, Eko Prasetyo.

Dikatakan Eko, istilah upanayana berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya perkenalan. Upanayana adalah masa perkenalan dimana peserta didik (siswa) baru di lingkungan sekolah yang dilakukan secara spiritual melalui pendekatan ritual maupun perkenalan yang bersifat fisikal dengan pengenalan kondisi sekolah secara keseluruhan. Artinya dalam pelaksanaannya ditekankan tentang proses penanaman dan pengenalan karakteristik kehidupan belajar, baik secara spiritual, psikologis, dan akademik. “Di samping itu pelaksanaan Upanayana lebih mengutamakan pembinaan spiritual, maka dalam penerapannya Upanayana lebih diprioritaskan pada pemahaman ajaran agama Hindu serta bagaimana praktik mengenai ajaran agama Hindu,” ungkapnya.

Kegiatan Upanayana ini, lanjutnya, selain memberikan beberapa program perkenalan terhadap peserta didik baru dengan lingkungan tempat belajarnya, tetapi juga sebagai upaya pendekatan spiritual atau pendekatan kerohanian. Hal ini ditandai dengan kegiatan inisiasi atau Pewintenan Saraswati yang bertujuan memohon restu ke hadapan Dewi Saraswati untuk memperoleh anugerah kekuatan lahir bhatin (wahya adhyatmika) dalam memasuki lingkungan baru pada jenjang pendidikan formal. Harapannya adalah dalam mengawali proses menuntut ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan selalu dalam tuntunan serta bimbingan Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewaning pangeweruh. Diyakini dengan anugrah dari Dewi Saraswati, maka peserta didik taat dan berbhakti. “Sehingga dalam pembelajaran maupun praktik keagamaan dan kegiatan pembelajaran lainnya selalu berhasil, sukses, mendapatkan tuntunan sinar suci dan terbebas dari segala rintangan,” imbuhnya.

Menurut Eko, bahwa Upanayana lebih mendekati sistem aguron-guron dibandingkan dengan Upacara Pawintenan dan kedua upacara ini berkaitan dengan seseorang menjadi siswa, tetapi ritual dan pelaksanaannya tidak sama. “Upanayana tersebut sesungguhnya bersifat sakral dan dipadukan dengan kegiatan pendidikan yang bersifat formal sebagai wujud pengenalan adanya kesatuan dan keterpaduan proses pembelajaran,” paparnya.

Proses Upanayana itu, masih kata dia, juga memberikan langkah awal guna menuju kesuksesan dalam proses belajar (Brahmacari Asrama). Dengan Upanayana peserta didik diharapkan dapat berbhakti pada guru (guru susrusa) taat dan patuh pada program pendidikan serta nasehat yang diberikan. Tujuan utama dari pelaksanaan Upanayana adalah terwujud generasi Hindu yang berkualitas dan memiliki budi pekerti luhur (suputra), sehingga mereka betul-betul siap mengisi diri dengan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan yang lainnya dengan terlebih dahulu memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai Dewi Saraswati. Maknanya adalah agar dalam proses pembelajaran selalu mendapat anugerah dan perlindungan serta ilmu yang diperoleh dapat berguna bagi kehidupan. “Di samping itu Upanayana sebagai prosesi awal dalam memasuki masa Brahmacari Asrama dalam ajaran Catur Asrama,” tuturnya.

Lebih lanjut ditambahkan Eko, Catur Asrama merupakan empat tingkatan hidup, maka tahap yang paling awal adalah Brahmacari Asrama yang merupakan dasar untuk mencapai tingkatan berikutnya. Karena dengan proses mempelajari ilmu pengetahuan, maka manusia memiliki bekal kemampuan serta pemahaman dalam melanjutkan tingkatan berikutnya. “Kegiatan ini merupakan pembentukan karakter pda siswa kususnya hindu SMAN 1 Srono,” jelasnya.

Sementara itu, tokoh Hindu Yang merupakan duta dharma PHDI Privinsi Jawa Timur, Joko Setioso, dalam Nitisastra Bab V sloka I dinyatakan bahwa seorang pelajar wajib menuntut ilmu pengetahuan dan keutamaan. Jika sudah berumur dua puluh tahun orang haras kawin, jika sudah setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik, hanya tentang lepasnya nyawa mesti bergura. “Inilah gambaran tentang pentingnya penguasaan dan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sesuai dengan perkembangan,” katanya.

Menurut Joko, masa Brahmacari dalam Catur Asrama merupakan masa belajar secara tekun, ulet dan penuh perhatian tanpa memikirkan kegiatan yang lain diluar aktifitas belajar. Pada masa ini merupakan kesempatan emas untuk menimba ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Keberhasilan pada masa Brahmacari sebagai jalan sukses menuju masa berikutnya, yaitu masa Grahasta yang juga sebagai tempat belajar untuk menambah pengalaman hidup dalam membina rumah tangga dan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat semasih masa Brahmacari Asrama. “Pada masa Grahasta selain belajar diharuskan mampu menjadi pengajar bagi keturunannya (sentana) agar menjadi generasi yang berkualitas (suputra),” lontarnya.

Dengan dilaksanakannya Upanayana, lanjutnya, dalam proses awal menjalani tingkatan Brahmacari Asrama, maka para siswa sudah dipersiapkan secara utuh dan menyeluruh untuk belajar dan menguasai ilmu pengetahuan sebagai dasar dan bekal untuk mengarungi tingkatan berikutnya. Pelaksanaan Upanayana mampu membentuk mental psikologis dan spiritual anak melalui kegiatan pengenalan dan pemantapan secara rohani, sehingga betul-betul siap secara lahir dan bathin. “Hal yang paling mendasar dari pelaksanaan Upanayana adalah membangun kesadaran anak untuk selalu sujud bhakti ke hadapan Sang Hyang Aji Saraswati sebagai sumber dari ilmu pengetahuan,” paparnya.

Proses ini, masih kata dia, juga membangun ikatan bathin antara diri pribadi manusia kepada Sang pencipta. Artinya manusia yang selalu diliputi oleh kegelapan (avidya) mampu terbebas dari penderitaan yang paling menyengsarakan, yaitu kebodohan, menuju pada kehidupan yang dilingkupi pengetahuan (vidya). “Dalam hal ini bisa disebut mereka dibentuk untuk menjadi generasi baru,” ulasnya.

Bahkan menurut Joko, dengan proses pembelajaran dalam hidup ini pada masa Brahmacari Asrama diawali dengan pelaksanaan Upacara Sisya Upanayana merupakan sebuah proses penanaman dasar spiritual pada anak. Inilah wujud penyadaran dan pembentukan karakter luhur anak melalui prosesi secara ritual dan juga penerapannya dalam praktik-praktik keagamaan. Dari pelaksanaan Upanayana pada masa Brahmacari Asrama, maka anak mampu belajar dengan semangat, motivasi tinggi dan kesadaran yang utama. “Maka dari itu sangat penting mempersiapkan anak secara mental psikologis dan spiritual sebelum belajar, melalui pengenalan lingkungan sekolah secara fisik dan juga pengenalan lingkungan secara spiritual melalui pelaksanaan Upanayana,” jelasnya.(red)

Caption : Sejumlah siswa SMA Negeri 1 Srono beragama Hindu melaksanakan upacara Upanayana di Pura Agung Blambangan Muncar

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button