Hukum & Kriminal

Vredy Kolloh tak Punya Legal Standing Gugat Obyek Gedung Kwarda Pramuka

BeritaNasional.ID-Kupang NTT,- Masih ingat kasus dugaan pemalsuan dan manipulasi dokumen yang digunakan Vredi Kolloh Cs saat menggugat lahan yang ditempati Universitas Nusa Cendana (Undana) 2018 silam? Begitu pun kasus somasi oleh Yafet Kolloh terhadap Hotel Timor dan Neo Aston di Kota Kupang beberapa waktu lalu yang kasusnya ditangani Polda NTT?

Kini, Vredi Kolloh Cs `berulah` lagi dengan melayangkan gugatan atas obyek Gedung Kwarda Pramuka NTT di Kelurahan Oesapa. Padahal, Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi Universitas Nusa Cendana (Undana) yang menolak gugatan Vredi Kolloh Cs. Apalagi hampir semua dokumen yang digunakan saat menggugat Undana diduga dimanipulasi dan dipalsukan.

Tak cukup sampai di situ, Vredy Kolloh sendiri sempat melayangkan gugatan terhadap PT Telkom menuntut ganti rugi atas obyek yang bukan miliknya. Apalagi Vredy Kolloh sendiri merupakan anak dari Karel BS Kolloh tak pernah berperkara atas obyek warisan Keluarga Konay.

Adalah Marthen Soleman Konay selaku juru bicara ahli waris Esau Konay yang menyatakan keprihatinan atas ulah tak terpuji Vredi Kolloh. “Kalau hanya mau tipu-tipu dengan memalsukan dokumen untuk mencari kebenaran hukum untuk mendapatkan ganti rugi maka sangat saya sayangkan,” kata Marthen Konay kepada wartawan, Senin (8/11/2021).

Marthen Konay melihat bahwa upaya memutarbalikkan fakta hukum dan pembentukan opini sementara dibangun oleh Vredy Kolloh.

“Kita berharap, penyidik Polda NTT bisa mengusut dugaan pemalsuan dokumen dan manipulasi dokumen guna mencari pembenaran hukum demi mendapat ganti rugi. Cara-cara seperti ini sangat-sangat tidak terpuji dan sangat tidak beretika,” tegas Marthen Konay.

Marthen Konay yang biasa disapa Tenny Konay mensetir, hasil diskusi diskusi bertajuk “Meneropong Polemik di NTT, Investasi dan Konflik Agraria, Rakyat Bisa Apa?” yang diselenggarakan Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT) Jakarta pada Kamis (4/11/2021) memaparkan salah satu alasan investor enggan investasi di NTT adalah akibat konflik agraria.

Hal ini diungkapkan Sekjend Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika ketika tampil sebagai salah satu pembicara bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTT, Marsianus Jawa dan pembicara lainnya.

Dewi Kartika mengatakan, dalam catatan KPA pada tahun 2020, NTT merupakan provinsi urutan kelima paling banyak menyumbangkan konflik agraria. “NTT pada tahun 2020 menjadi provinsi kelima yang menyumbangkan konflik agraria sejumlah 16 konflik agraria,” kata Dewi. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button