Hukum & Kriminal

Diduga Langgar Prokes, Ahli Hukum Pidana Unwira Kupang: Hukum Yang Baik Adalah Ketaatan Dan Keteladanan Pemimpin

BeritaNasional.ID–Kupang,- Kegiatan Pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), yang digelar di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (27/8), jadi sorotan.

Pasalnya, kegiatan tersebut diduga melanggar protokol kesehatan (prokes) dan menyebabkan kerumunan.
Sementara, kegiatan tersebut juga dihadiri oleh pejabat teras NTT seperti Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat, hingga hampir seluruh kepala daerah seperti Bupati dan Walikota se-NTT.

Tak hanya itu, berdasarkan foto dan video yang beredar, tampak dalam kegiatan tersebut dihadiri ratusan orang dan banyak yang melepas masker.

Selain itu, terdapat panggung hiburan yang juga dimeriahkan oleh sumbangan lagu dari kepala daerah. Para pemain musiknya juga tidak menggunakan masker.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, panggung Hiburan dalam pengukuhan TPAKD itu disponsori Bank NTT. Sejauh ini belum ada penjelasan resmi dari Pemerintah Provinsi NTT maupun Bank NTT sebagai penyelenggara terkait beredarnya video dan foto terjadinya kerumunan.

Diduga panggung hiburan itu memicu terjadinya kerumunan itu di tengah masa pandemi Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level III dan IV di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur.

Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi ketika dikonfirmasi mengaku tak tahu soal panggung itu dengan dalih pulang lebih dulu.
“Saya jam 4.30 WIB setelah acara pengukuhan pulang ke Kupang,” klaimnya.

Sementara Pakar hukum pidana Unwira, Mikhael Feka S.H.,MH. Kepada media ini minggu (29/8/21) menyoroti kerumunan warga dalam acara pertemuan gubernur NTT bersama para kepala daerah se-NTT di Pulau Semau, Kabupaten Kupang.

“Bagi saya kerumunan ini contoh tidak baik bagi masyarakat terutama ketika penerapan PPKM tingkat IV sedang berlangsung dan penularan Covid-19 mulai melandai,” katanya di Kupang, Sabtu.

Lanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh gubernur dan para kepala daerah dan pejabat -pejabat lainnya di Semau adalah bentuk ketidaksimpatian terhadap rakyat di masa pandemi ini. Para pejabat tersebut mati rasa dan tidak bisa memprioritaskan program2 yang pro rakyat apalagi di masa pandemi ini.

PPKM yang berlaku saat ini adalah program nasional (red-bpk presiden) untuk menekan laju pertumbuhan covid 19. Gubernur dan para kepala daerah tersebut harus menunjuk teladan yang baik kepada masyarakat.

Hukum yang baik adalah ketaatan dan keteladanan pemimpin. “Kegiatan di Semau tidak mendesak untuk saat ini kalaupun dilakukan harusnya tidak melibatkan jumlah yang banyak dan taat pada protokol kesehatan”, bebernya.

Hukum harus berlaku juga buat para pejabat ini sehingga menimbulkan efek jerah jangan hanya masyarakat kecil yang diproses apabila melanggar aturan.

Ia mengaku kecewa dengan kegiatan pejabat publik tersebut, padahal dari kalangan masyarakat kecil saja sudah mencoba menerapkan berbagai aturan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan Covid-19.

Menurutnya Kebijakan Pemerintah terkait pemberlakuan PPKM Mikro secara nasional dan PPKM Darurat untuk NTT ini sesuai dengan kewajiban negara untuk melindungi seluruh warga negaranya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang merupakan salah satu konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara selain konsensus lainnya, yaitu Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.

“Semua itu sering kita sebut sebagai empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yang harus dipedomani oleh segenap komponen bangsa tanpa kecuali,” imbuh Akademisi sekaligus Pakar Hukum Pidana tersebut.

Untuk pemenuhan kewajiban negara tersebut Mikhael Feka menyatakan sangat mengapresiasi Presiden Jokowi yang memberikan arahan untuk segera memberlakukan PPKM Darurat pada Kamis (1/7/2021) lalu. Arahan tersebut segera ditindaklanjuti dengan Instruksi Mendagri No 15 Tahun 2021.

“Arahan cepat dan tegas dari Presiden tersebut menunjukkan bahwa Presiden tidak hanya memahami, melainkan juga segera memenuhi dan melaksanakan tanggung jawabnya terkait persoalan kesehatan masyarakat yang merupakan hak asasi manusia,” katanya.

Seri dalam Inmendagri Nomor 15/2021 itu pun termuat sanksi yang tegas. Kepada gubernur, bupati atau wali kota yang tidak melaksanakan ketentuan yang ditegaskan dalam Inmendagri dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut, hingga pemberhentian sementara sebagaimana diatur Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Sementara bagi mereka yang melanggar kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya dalam penanganan pandemi Covid-19 ini, bisa diberikan sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam berbagai undang-undang antara lain, dalam KUHP, UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit menular,” tutup Pakar Hukum Pidana ini. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button