ArtikelCitizenLiterasiOpiniRagam

Kajian Poskolonialisme Kontemporer Terhadap Sastra Perjalanan

Oleh: Adinda Nurul Imalah *)

Apa sih yang dimaksud dengan sastra perjalanan? sastra perjalanan adalah genre sastra yang termasuk diantaranya; seperti sastra luar ruangan, buku panduan perjalanan, penulisan alam, dan memoar perjalanan. Salah satu penulis memoar perjalanan awal dalam kesusastraan Barat adalah Pausanias, seorang ahli geografi Yunani abad ke-2. Sastra dipahami sebagai olah kreatif pengarang  dalam  membengkokkan,  membelokkan,  dan   bahkan   merusak   bahasa.   Hal   yang   disebut   terakhir berkaitan dengan prinsip fiksionalitas dan ekstrinsikalitas dalam telaah kesusastraan.

Dalam hal genre sastra, semua jenis karya sastra, baik berupa puisi, drama, maupun prosa, dapat dikategorikan sebagai sastra perjalanan selama memenuhi beberapa indikator. Karya sastra yang memuat latar tempat dan pelaporan peristiwa dalam karya sastra merupakan catatan pengarang dalam bentuk narasi fiksional, yang disebut oleh Carl Thompson sebagai sastra perjalanan (travel writing). Dalam hal genre sastra, semua jenis karya sastra, baik berupa puisi, drama, maupun prosa, dapat dikategorikan sebagai sastra perjalanan selama memenuhi beberapa indikator.

Lalu, ada hubungan apa sastra poskolonialisme dengan sastra perjalanan? Tidak   seperti   subgenre   lain,   sastra   perjalanan   hendak   menegaskan   narasi   objektif  dalam  eksplorasi  pengkaryaan.  Selain  untuk  meyakinkan  pembaca,  sastra   perjalanan   ingin   menekankan   jika   acuannya   adalah   realitas,   bukan   fiksi  atau  fabrikasi  semata. Karena   tendensinya,   sastra   perjalanan   akan   mendistorsi     dunia     dan     menjelma     ke     dalam     pandangan pengarang. Oleh sebab itu penggambaran dunia     melalui     kacamata     seorang     pelancong     cenderung  memiliki  dua  kutub  berlawanan,  yakni  penggambaran   objektif   dan   subjektif   sekaligus.   Objektivitas   tampak   dalam   penyajian   informasi   yang  dipersepsi  oleh  inderawi  visual  dan  auditori.

Objektivitas  memang  menjadi  prinsip  utama  dalam  subgenre  ini.    Sebab,    selain    hendak    meyakinkan    sidang    pembaca,  sastra  perjalanan  ingin  menegaskan  jika  realitas yang diacunya adalah realitas yang berasal dari  lokus  serta  budaya  konkret  bukan  fiksi  atau  fabrikasi  semata.  Hal  ini  yang  lantas  membedakan  dan menjadi kekhasan sastra perjalanan berbanding subgenre  sastra  lain,  seperti  novel  sejarah,  novel  biografi, dan sebagainya.

Dalam  wacana  postkolonial,  catatan  perjalanan  merupakan       bagian       integral       dari       praktik       kolonialisme    Barat.    Travel    text    sebagai travel experience  tak  lain  merupakan  catatan  perjalanan  yang  objektif  dan  subjektif  sekaligus.  Jenis  teks  ini  menempatkan  dirinya  sebagai  teks  berjarak  yang  bertendensi  mempertahankan  keotientikan  objek. Selain  teks  kolonialime  objektif  tersebut  rupanya  juga   berkembang   teks   perjalanan   subjektif.

Hal   ini  didasarkan  anggapan  jika  jenis  teks  terakhir  lebih    memberikan    ruang    eksplorasi,    membuka    kemungkinan, sekaligus keintiman dan sebagainya. Alhasil,  teks  yang  dihasilkan  dianggap  jauh  lebih  otientik tinimbang teks objektif yang berjarak. Dari sini travelogues   kemudian   berkembang   menjadi   subgenre   sastra   yang   akhirnya   dikenal   sebagai   sastra perjalanan atau travel writing.

Sesuai dengan prinsip karya sastra yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu berada di antara fakta dan fiksi, diri melihat liyan dengan dua kacamata. Kedua kacamata tersebut adalah subjektif dan objektif. Hal itu terjadi karena menurut Fussel dalam Holland dan Huggan (2000:9), sastra perjalanan paling baik dilihat sebagai mediasi antara fakta dan fiksi, yaitu merujuk pada orang, tempat, dan peristiwa aktual seperti yang ditemukan pengarang, tetapi pengarang secara bebas dapat menyelinginya dengan cerita yang diragukan kebenarannya. Cerita tersebut dapat berasal dari mitos atau sumber fiksi. Diri dalam perjalanan senantiasa menarasikan perpindahan, yaitu mendetailkan laporan perjalanan pada aktivitas dan lokasi dari perpindahan (Thompson, 2011:75).

Dalam pelaporan perpindahan ini, pengarang tidak berfokus pada diri, tetapi lebih menggambarkan aktivitas dan perpindahan selama perjalanannya. Misalnya, perpindahan dari satu aktivitas dan tempat menuju aktivitas dan tempat yang lain. Dalam hal ini, pengarang berfokus pada sesuatu yang dia lihat dan sesuatu yang dilakukan oleh liyan daripada menuliskan pikiran, impresi, atau kesan yang ditemuinya (Thompson, 2011:107). Perpindahan tersebut menunjukkan adanya globalisasi.

Perjalanan pengarang menuju suatu tempat tujuan biasanya menggambarkan pula secara naratif tempat-tempat persinggahan. Tempat persinggahan tersebut biasanya senantiasa terkait dengan tempat tujuan utamanya. Sehubungan dengan objek penelitian, pengkajian sastra perjalanan baik kontemporer maupun klasik dengan pendekatan Thompson tidak banyak dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ekasiswanto (2017:44) bahwa teori sastra perjalanan belum banyak diaplikasikan daripada kajian poskolonial yang menjadi bagian dari kajian Thompson.

*) Penulis adalah Mahasiswi Universitas Pamulang

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button