ArtikelCitizenOpiniRagam

Poskolonialisme: Sejarah Isu Sensitif?

Oleh : Muhammad Arby Almunta Wakil *)

BeritaNasional.ID — Jika mendengar kata poskolonialisme, maka kaitannya akan berhubungan dengan masa kelam masyarakat pribumi. Poskolonialisme masih dianggap hal tabu karena menceritakan masa yang kurang mengenakan, khususnya bagi masyarakat pribumi. Masyarakat pribumi adalah masyarakat Indonesia, yang di mana mereka harus berusaha untuk tetap menjaga jati dirinya pada saat mereka harus melawan bangsa jajahan. Namun, poskolonialisme itu apa, sih? Mengapa sangat mengikat antara masyarakat pribumi dengan bangsa jajahan?

Poskolonialisme diartikan sebagai teori yang muncul sesudah zaman kolonisasi. Aspek yang difokuskan pada teori ini adalah aspek kehidupan yang diatur oleh bangsa kolonial yang menimbulkan beberapa efek kepada bangsa pribumi. Hegemoni kekuasaan yang dilakukan oleh bangsa kolonial akan terbongkar khususnya dalam bidang literasi.

Bagi sebagian masyarakat, poskolonialisme masih menjadi isu sensitif yang terjadi di masa lalu. Hal ini dapat dinilai bahwasannya masyarakat menganggap hal ini adalah SARA sejarah. Banyak yang menyatakan, jika pelajaran dari masa lalu, telah dipahami dan dunia adalah tempat yang berbeda di mana sang pribumi mendapatkan simpatik di negaranya dan kebudayaan lain.

Kolonialisme akan terkait erat dengan imperialisme. Kolonialisme adalah bentuk nyata dari Imperialisme. Bentuk imperialisme dari bangsa kolonial untuk bangsa pribumi di antara lain yaitu, imperialisme ekonomi, penduduk negara lain, semangat dan gagasan dengan berbagai macam pengejawantahan, dan bidang ilmu pengetahuan diskursif.

Pada tahun 1914, bangsa kolonial menyentuh 85% sebagai penjajah yang menyentuh ¾ wilayah bumi. Pengalaman kolonial selama ratusan tahun menimbulkan efek semua penjuru dunia, khususnya pada abad 18.

Pada penelitian akademis, dampak bangsa kolonial terhadap masyarakat pribumi dianggap oleh mereka sebagai bentuk kemajuan dari penemuan kontak awal, penyusutan populasi, akulturasi, asimilasi, dan reka ulang hibriditas budaya. Sedangkan penilaian dari masyarakat pribumi mengalami pergerakan maju bertahap yang berbeda dari penilaian bangsa kolonial, seperti kontak dan invansi, genosida dan penghancuran, perlawanan dan upaya untuk hidup, dan terakhir pemulihan diri sebagai bangsa pribumi.

Dalam bahasa romawi, kolonial diartikan sebagai tanah peranian, atau mengacu kepada bangsa kolonial yang tinggal di negara lain. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah kompleks antara pendatang (bangsa kolonial) dengan masyarakat asli (bangsa pribumi). Bangsa kolonial menganggap visi misi tujuan mereka menjajah untuk proses pembentukan sebuah komunitas baik untuk negara jajahannya. Peristiwa kolonialisme diabadikan dengan tulisan, dokumen perdagangan, catatan pribadi, arsip pemerintah pada masa lalu, sastra, dan juga sejarah.

Berdasarkan pengertian di atas, poskolonialisme ialah teori mendasar yang mempelajari situasi kondisi masyarakat pribumi atas perilaku bangsa kolonial sebelum dialami dan sesudah dialami. Poskolonialisme memberikan sebuah afeksi kepada masyarakat pribumi yang merupakan korban dari penindasan dan kekuasaan yang dipegang oleh bangsa kolonial yang menganut paham kolonialisme. Bangsa kolonial menindas dari aspek ras, etnis, dan pembentukan negara-bangsa.

Tujuan dari poskolonialisme ini adalah mengangkat isu sejarah, teknologi dan pengobatan barat, seperti ilmu dalam perspektif Islam, India, Cina maupun pengetahuan pribumi lainnya berdasarkan empiris dan historis. Selain itu bertujuan untuk membuat wacana kontemporer sifat, gaya, lingkup ilmu pengetahuan dan teknologi non-barat. Serta tujuan terakhir, mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengakui dan menghargai  praktek-praktek ilmiah dari bangsa pribumi.

Walaupun sejarah ini masih sering dianggap hal sensitif, tidak ada salahnya bagi kita untuk tetap mempelajari kajian ini. Seperti paparan diatas, 85% wilayah bumi sudah dijajah oleh bangsa kolonial. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat harus memiliki sikap keberanian dan melawan jika kedepannya masyarakat pribumi mendapatkan permasalahan yang serupa. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Pamulang, Sastra Indonesia

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button