ArtikelCitizenOpiniRagam

Poskolonialisme Dalam Novel Bumi Manusia

Oleh : Adella Rahmawati *)

BeritaNasional.ID — Siapa yang tidak tau Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer? Bumi Manusia ialah novel bagian pertama dari seri Tetralogi Buru. Novel ini terbit pada tahun 1980 oleh P.T. Hasta Mitra. Novel ini dibuat oleh Pramoedya saat ia ditahan di Pulau Buru. Namun, Novel Bumi Manusia sempat berhenti peredarannya oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia karena dianggap memiliki makna tersirat dari Marxisme:Imperialisme.

Novel ini menceritakan hubungan kehidupan yang rumit antara penjajah dan yang dijajah. Kehidupan ini digambari oleh bangsa kolonial dan juga masyarakat pribumi, yang di mana masyarakat pribumi mengalami penindasan dan dominasi yang dilakukan oleh bangsa kolonial. Peristiwa perlawanan ini digambarkan oleh tokoh Minke yang melawan penindasan yang didasari atas pendidikan kolonial Belanda.

Poskolonialisme merupakan studi kultural yang membahas situasi kondisi pada era penjajahan. Fokus hal dalam kajian ini adalah oposisi antara bangsa barat-timur. Penjajah dan terjajah sebagai pusat perhatian dari dikotomi relasi tersebut. Metode dekontruksi digunakan dalam kajian ini sebagai alat pembongkaran relasi kolonail yang ada dalam sebuah karya.

Dalam Novel Bumi Manusia, terdapat relasi oposisi antara bangsa kolonial dan bangsa pribumi. Relasi yang dimaksud sifatnya hirarkis, dominasi, dan menindas. Bentuk relasi bertentangan terjadi antara Robert Suurhof dengan Minke, Herman Mellema dengan Minke, Robert Mellem dengan Nyai Ontosoroh, dan Robert dengan Annelies.

Yang pertama, adalah Robert Suurhof dengan Minke. Mereka sama-sama bangsa pribumi, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda. Suurhof memiliki karakter penjajah yang suka menghina dan melecehkan Minke. Suurhof selalu mengejek seperti Minke seorang buaya darat, mata keranjang, dan strata sosialnya yang rendah. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat pribumi dianggap rendah kemanusiaannya di mata bangsa kolonial.

Kedua, Herman Mellema dengan Minke. Keduanya sama-sama menjadi golongan sosial tinggi, hanya berbeda bangsanya saja. Walaupun memiliki strata sosial yang sama, Herman Mellema merasa dirinya superior karena kebangsaan yang ia punya, dan menganggap Minke tetap lebih rendah daripada dirinya. Kesombongan Herman Mellema sangat tergambar dan tidak menggambarkan seperti seseorang yang memiliki gelar tinggi.

Ketiga, Hermaan Mellema dengan Nyai Ontosoroh. Mereka berdua merupakan pasangan suami istri yang memiliki kebangsaan berbeda. Nyai Ontosoroh memiliki nasib buruk. Ketika ia berusia 14 tahun, ia dijual oleh ayahnya kepada Herman Mellema dengan harga 25 golden. Nyai Ontosoroh dipaksa melayani hawa nafsu birahi dari Herman Mellema. Hal ini membuat Herman Mellema menilai bangsa pribumi adalah bangsa rendah yang melakukan segala cara untuk mendapatkan uang, termasuk menjual anaknya sendiri.

Keempat, Robert Mellema dengan Annelies. Robert Mellema dan Annelies adalah adik kakak dari pasangan Herman Mellema dengan Nyai Ontosoroh. Karakteristik mereka berdua sangatlah berbeda. Annelies memiliki paras yang sangatlah cantik dan baik hati. Namun, nasib buruk dialami oleh Annelies. Robert Mellema malah memperkosa Annelies di ladang keluarga mereka. Hal ini membuktikan bahwa adanya relasi bertabrakan antara karakteristik bangsa kolonial dengan bangsa pribumi.

Relasi hubungan antara banyaknya tokoh membuktikan bahwa karakteristik bangsa kolonial dan bangsa pribumi sangatlah berbeda. Bangsa pribumi sangat diinjak, ditindas, dan dinilai rendah oleh bangsa kolonial. Bangsa pribumi harus sangat berjuang dalam melawan bentuk dominasi dan penindasan yang dilakukan oleh bangsa kolonial, Hal ini menjadi gambaran sejarah Indonesia yang terjadi di masa lalu, ketika Indonesia masih mengalami penjajahan yang dilakukan oleh bangsa kolonia. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswi Universitas Pamulang, Sastra Indonesia

 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button