Politik

Kuasa Hukum OSO: KPU “Nekat” Berani Melawan Dua Lembaga Negara

BeritaNasional.ID Jakarta – Kuasa Hukum Oesman Sapta Odang (OSO), Herman Kadir menegaskan bahwa OSO tidak akan mundur dari Ketua Umum Partai Hanura. Pihaknya telah melakukan dan menyiapkan langkah hukum jika OSO tak kunjung dimasukkan ke dalam daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh KPU.

“Pertama, sudah ada surat perintah eksekusi dari PTUN ke KPU agar segera menjalankan putusan PTUN, kita tunggu selama tiga hari, apakah KPU menjalankan itu atau membangkang lagi,” ujar Herman Kadir saat dihubungi, Selasa (22/1/2019).

Surat eksekusi PTUN sudah disampaikan kepada KPU Senin (21/1). Surat eksekusi ini meminta KPU langsung memasukkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.

Jika KPU tidak menjalankan surat eksekusi tersebut, maka kata Herman, sesuai dengan Pasal 116 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka pihak PTUN akan mengumumkan KPU yang tidak menjalankan putusan pengadilan ke media massa cetak.

“Kemudian, kami akan kirim surat ke Ketua PTUN lagi. Kami minta supaya Ketua PTUN mengirim surat ke presiden dan DPR. Karena sesuai dengan perintah UU peradilan tata usaha negara, eksekutor itu ada di DPR dan presiden yang merupakan pejabat tata usaha tertinggi,” tandas dia.

Menurut Herman, Presiden dan DPR bisa memanggil, menegur dan memerintahkan KPU menjakankan putusan pengadilan. Jika setelah itu, KPU tetap tidak mau memasukkan nama OSO ke dalam DCT, Herman menyebut KPU bersikap nekat.

“Berarti KPU nekat, sebab berani melawan dua lembaga negara. Hebat benar kalau udah lawan DPR dan Presiden. Konsekuensinya bisa dipecat dan pidananya sebagaimana diatur Pasal 216 KUHP,” ungkap dia.

Pasal 216 ayat (1) KUHP menyatakan, “barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”.

Langkah kedua, kata Herman adalah pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Bawaslu agar melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pasalnya, sampai saat ini, KPU belum menjalankan putusan Bawaslu tertanggal 9 Januari 2019.

Putusan Bawaslu ini intinya memerintahkan KPU untuk segera mencabut SK KPU RI Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan DCT Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018 dan menerbitkan SK baru dengan memasukkan nama OSO ke dalam DCT.

“Surat ke Bawaslu tertanggal 18 Januari 2019, meminta kepada Bawaslu agar melaporkan KPU ke DKPP karena sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, putusan Bawaslu wajib dijalankan KPU tiga hari sejak dibacakan. Jika tidak dijalankan, maka Bawaslu bisa mengadukan KPU ke DKPP,” jelas dia.

Langkah ketiga, lanjut Herman, pihaknya sudah melaporkan kembali KPU atas dugaan pelanggaran administrasi Pemilu ke Bawaslu. Laporan ini tertanggal 18 Januari dengan obyek laporan surat KPU Nomor 60/PL.01-SD/03/KPU/1/2019 tanggal 15 Januari 2019 perihal pelaksanan putusan Bawaslu.

Dalam surat tersebut, KPU tetap minta OSO mengundurkan diri hingga 22 Januari 2019. Salah satu alasannya KPU mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pengurus parpol mundur jika mencalonkan diri menjadi anggota DPD.

“Terakhir, kami melaporkan Ketua dan Komisioner KPU ke Polda Metro Jaya karena tidak melaksanakan perintah undang-undang atau tidak menjalankan putusan PTUN atau Bawaslu,” tutur dia.

Herman mengatakan laporan ke Polda Metro Jaya ini dilakukan pada 16 Januari 2019 dengan Nomor LP/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum. Yang dilaporkan adalah Ketua KPU Arief Budiman dan para komisioner KPU. Mereka diduga melanggar Pasal 421 KUHP jo 216 ayat (1) KUHP karena tidak melaksanakan perintah undang-undang atau tidak menjalankan putusan PTUN atau Bawaslu.

“Atas keputusan KPU, Pak OSO menjadi korban di mana namanya tidak dicantumkan ke dalam DCT,” pungkas dia. (dki1/bn)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button