Ngobrol Bareng Media, Riyono Caping Kupas Buku Impor Politik Pangan Indonesia

Berita Nasional.ID, Magetan, Jatim – Anggota DPR RI Dapil Jawa Timur VII Fraksi PKS, Riyono Caping Ngobrol bareng awak media Magetan bertempat di Joglo Sedulur Mas Riyono di Desa Jambangan, Kawedanan, Magetan, Jawa Timur, Kamis (27/3/2025) Malam
Satu satunya anggota anggota DPR RI asal Magetan ini mengajak awak media berdiskusi membahas berbagai sektor pembangunan dan kemajuan Magetan 5 Tahun ke depan
Selain itu, Riyono juga membagikan dan mengupas buku berjudul “Impor Politik Pangan Indonesia” yang diterbitkan pertama pada desember 2021 dan Desember 2024 yang kedua, yang merupakan hasil riset akademisi dan analisis politiknya
Riyono menceritakan dalam buku tersebut berisi tentang politik pangan nasional menuju kemandirian pangan. Ia menyebut, Indonesia harus menghentikan impor terutama bahan pokok strategis seperti padi, gula, garam
“Di buku ini sebenarnya berisi, mulai dari kebijakan-kebijakan di sektor pertanian dan tanaman pangan terutama bahan pokok strategis, misalkan padi, gula, garam yang sifatnya untuk kepentingan konsumsi sehingga target swasembada itu tercapai dalam kurun 3 tahun bahkan dipercepat penginnya 2026 untuk swasembada” kata Riyono
Selain itu, Riyono menyoroti kebijakan impor yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Cipta Kerja yang masih membuka ruang bagi impor pangan, berbeda dengan regulasi sebelumnya dalam Undang-Undang Pangan yang lebih menekankan pada kemandirian pangan. untuk itu, DPR RI tengah mengupayakan revisi Undang-Undang Pangan agar sumber pangan lokal menjadi prioritas utama dalam pemenuhan kebutuhan nasional.
“Di undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja kelemahannya adalah kedaulatan dan kemandirian pangan itu salah satunya yang pertama itu ya termasuk di dalamnya adalah strategi impor itu diperbolehkan. Berbeda dengan undang undang pangan, makanya DPR RI akan menyelesaikan tentang revisi undang-undang pangan,” ujarnya.
Riyono juga mengkritik lemahnya politik pangan nasional. Ia mencontontohkan peran bulog hanya menguassai 5-6 % peredaran beras di pasar, artinya peredaran pangan strategis dikendalika swasta yang seharusnya diatur lebih baik oleh negara
“Yang sangat strategis sebenarnya salah satunya adalah tentang Politik pangan nasional kita itu belum kokoh misalkan bulog. Bulog itu hanya menguasai kurang lebih 5 sampai 6% beras yang beredar di Free market, itu berarti swasta berkuasa penuh terhadap peredaran beras yang ada di semua pasar, hulu hilir itu dikuasai oleh swasta. Padahal kan enggak boleh sebenarnya minimal harusnya bulog memiliki kemampuan untuk mengontrol yang namanya peredaran pangan, khususnya produk strategis seperti beras,” pungkasnya (sat)