Ragam

Para Pecundang

Dewasa ini kerap mencuat informasi, pemberitaan yang terkadang sedikit kurang mengenakkan, bahkan dapat memancing emosi insan kampus. Akibat ulah para petinggi-petinggi yang berada di dalam lingkup lembaga pendidikan dan pemegang kekuasaan di lingkaran birokrasi Kampus. Salah satunya seperti yang sempat diberitakan oleh salah satu media on line nasional pada awal April 2017 lalu.

Dimana ratusan mahasiswa di salah satu kampus di Indonesia, merasa dibungkam oleh pihak kampus, dengan cara melarang para mahasiswa untuk melakukan protes apapun dan turun ke jalan (menggelar aksi).

Sikap Pembungkaman salah satu Kampus di Palangkaraya itu, adalah sikap kesewenang-wenangan maupun upaya membungkam yang dilakukan oleh pejabat di kampus. Menurut kabar, para mahasiswa dibatasi untuk berekspresi bahkan mengeluarkan pendapat.

Jika memang benar itu terjadi, maka sangat disayangkan dan hal itu termasuk mengangkangi amanat Undang-Undang (UUD) 1945 pasal 28E ayat 3 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Harusnya, kampus yang seyogianya adalah gudang ilmu, arena produksi generasi dibidang pendidikan, dapat enempatkan diri sebagai pendorong berjalannya seluruh norma-norma yang ada, karena di sana adalah tempat mendidik, bukan malah sebaliknya menjadi tempat praktek realisasi norma yang bertentangan dengan aturan.
Jika kita kaji lagi tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi, maka kita akan menemukan poin yang menjelaskan tentang Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM).

Tujuan PKM tersebut adalah untuk membentuk generasi mahasiswa untuk terus dapat mengabdi dan punya rasa sosial yang tinggi terhadap segala permasalahan di masyarakat. Misalnya, kebijakan pemerintah yang dianggap menyengsarakan rakyat, maka para mahasiswa dapat menyuarakan aspirasi masyarakat melalui berbagai aksi yang dilegalkan oleh hukum.

Kampus adalah tempat belajar, yang disebut pelajaran bukan cuma menerim materi yang dikutib dari buku buku yang ada, tapi nilai kehidupan sosial dan kepedulian adalah tujuan dari dari semua ilmu yang dipelajari itu. Toh, saat para mahasiswa ingin bersuara lantang melawan kebijakan bejat, pembungkaman yang diterima, lalu ingin dibawa kemana para mahasiswa itu nantinya, apa berkuliah hanya untuk melahirkan “pecundang” dimasa mendatang ?

Mahasiswa adalah pelajar yang telah lulus dari tingkat kakak-Kakak, Remaja. Mahasiswa dituntuk untuk mengembangkan ilmu yang diberikan, Mahasiswa adalah manusia sudah masuk dewasa. Menghalangi hal hal yang positif dilakukan sama dengan halnya memberikan pelajaran salah kepada para anak didik Kampus. Jika hal yang salah diperoleh dari lingkungan kampus apa artinya sebuah kampus, pantaskah kampus disebut sebagai lembaga pendidik ?.

Seharusnya, Kampus mampu membimbing mahasiswa dalam bertindak dan berekspresi, terutama dalam urusan kepedulian soial. Bukan pembungkaman yang diharapkan, tapi bimbingan dan pengarahan yang dibutuhkan. Perlu dikedepankan secara bersama lembaga pendidikan terbebas dari politik, terlepas dari kepentingan yang ada hanya pendidikan dan pengarahan generasi ke jalur kehidupan manusia yang seharusnya.

Penulis berharap, semoga pembungkaman terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh oknum-oknum pemangku jabatan tidak akan terjadi lagi. Harusnya, mereka harus mendukung penuh setiap pergerakan mahasiswa sebagai Agent of Social Control dan Agent of Change, bukan malah melarang apalagi membungkam layaknya para pecundang yang sudah kenyang oleh kemunafikan.

Marilah kita mendukung para mahasiswa agar tetap menjadi garda terdepan dalam membela keadilan dan juga menjadi koridor antara rakyat dan pemerintah. Karena di tangan para kaum terpelajar dan pemberani, diharapkan kekacauan di negeri ini bisa terbenahi dan keadilan akan terus terwujud. Panjang umur perjuangan!.

Penulis : Sultan Alfaraby (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh)

Editor: Alan

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button