Ragam

Pemuda, Pendidikan, dan Nasionalisme di Era Revolusi 4.0

*Indra Syarif, S. Pd.

Dentuman kesadaran bersatu sebagai bangsa terjawab di momentum 28 Oktober 1928. Forum itu bernama kongres pemuda II. Dua tahap kongres akhirnya menghasilkan warisan nasionalisme yang pondasi idealnya dalam rangka membangun rasa senasib dan persatuan sebagai sebuah bangsa. Dari memori sejarah 28 Oktober tiap tahunnya ini adalah momen bagi bangsa ini untuk cukup menengok spirit para aktor nasionalisme (baca: pemuda) di tahun 1928 silam (serta tahun-tahun berikutnya).

Pendidikan untuk kesadaran nasionalisme …

Setelah para pemuda mendapatkan kesempatan untuk mengecap pendidikan. Seharusnya itu dibawa pada ranah pengabdian kepada bangsa dan negara. Semangat itu yang terekam dari para pemuda dahulu hingga memuncak dengan melahirkan sumpah pemuda. Bias pendidikan yang tidak mengarah pada komitmen kebangsaan tentu menjadi PR para pemangku kebijakan dan praktisi serta selalu bangsa pada umumnya.

Apapun proses yang berjalan di dunia pendidikan nilai kebangsaan tidak boleh luput dari perhatian segenap subjek pendidikan. Akhirnya, idealnya bahwa setiap lulusan pendidikan membawa “misi” kebangsaan dan nasionalisme dalam setiap langkahnya. Ragam disiplin ilmu dan kontekstualisasinya di berbagai bidang kehidupan tetap sebagai implementasi dari komitmen kebangsaan itu.

Tantangan nasionalisme …

Pada fase pra kemerdekaan, bahkan sejak tahun 1928 di mana komitmen kebangsaan telah diikrarkan pada kongres pemuda. Peta gerakan pemuda masih terfokus pada lokalitas. Maklum sebab waktu itu belum terbangun komunikasi intens antar pemuda di berbagai wilayah tentang tema persatuan. Meski benih kesadaran itu mulai tumbuh setidaknya diukur dari sejak berdirinya organisasi Budi Oetomo di tahun 1908.

Kini tantangan nasionalisme tidak pada konteks ruang atau jarak. Yang ada tinggal bagaimana narasi kebangsaan kaitannya dengan nasionalisme dengan pendekatan kekinian khususnya kepada milenial sebagai representasi pemuda saat ini bisa lebih efektif dengan nilai yang sama walau reaksi (cara) yang berbeda tentunya. Konsepsi persatuan dan kesatuan sebagai bangsa telah final dan tuntas. Riak tentang eksistensi Agama, budaya, suku, bahasa, konstelasi politik dll tidak lagi harus terdengar dan menjadi penghambat (baca: dikondisikan) kesadaran nasionalisme.
Semestinya dengan ruang media sosial yang sangat luas justru menjadi kekuatan simpul narasi persatuan kaum milenial yang efektif.

Revolusi 4.0 …

Nilai dan identitas kebangsaan kian hari dipertaruhkan. Ada saja sesuatu hal yang bisa membuat stabilitas kebangsaan kita terganggu. Kemudian hal itu berlangsung melalui ruang-ruang kekinian (medsos). Revolusi 4.0 memutlakkan adanya komunikasi dan informasi yang cepat. Penyajian informasi yang instan terkadang kontra wacana dengan tema kebangsaan atau nasionalisme. Revolusi 4.0 yang konsekuensinya membuat hampir seluruh kebutuhan manusia dapat diakses dengan gadget. Sehingga bisa dipastikan kalau ada pemuda yang belum jelas posisinya di ruang interaksi kekinian ini, dengan kata lain belum bisa memanfaatkan revolusi 4.0 dengan keterhubungan yang sangat luas dan instan walau apapun latar belakang bidang yang digelutinya maka jelas sulit bersaing, apalagi untuk jadi pemenang.

Pemuda tidak boleh lengah pada bagian pokok ini. Meski sebagai bangsa kita boleh legah karena telah bermunculan beberapa pemuda yang punya kompetensi dan prestasi di era ini. Namun sepertinya itu belum cukup, terlebih kalau tolak ukur kita adalah keterikatan (solidaritas) sebagai bangsa. Yang kita butuhkan dari semua ini adalah totalitas gerakan pemuda yang massif dan militan serta cerdik dalam upaya memegang peranan penting dan tempat yang layak di ruang revolusi 4.0.

Nasionalisme pemuda harus mampu menjawab tantangan-tantangan kebangsaan yang selalu akan muncul. Tidak cukup hanya modal kognitif intelektual, namun juga pada sisi afektif, kesiapan mental, semangat juang, sampai pada sisi kepenguasaan bidang tertentu (keahlian).

Kemajuan sebagai bangsa akan tertuang dan terwujud ketika seluruh unsur bangsa tampil dengan kualitas terbaik dalam merespon zaman dan dengan tetap komitmen pada identitas kebangsaan. Seluruh pemuda di negeri semoga akan tampil dengan karya terbaik atas dasar nasionalisme pada NKRI.

*Pembina Ponpes Nashirul As’adiyah Pepara. Tanah Grogot Kab. Paser

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button