ACEH

Tuntut Kejelasan Hukum Proyek Gagal Bayar Tahun 2019, Warga Aceh Tamiang Somasi DPRK dan Kejari

ACEH TAMIANG : Terkait pembayaran proyek tahun 2019 yang gagal dibayar dan dibayarkan pada APBK Tahun 2020  dinilai menuai kontrovesri sehingga salah seorang warga Aceh Tamiang mengajukan somasi ke DPRK Aceh Tamiang.

Muhammad Hanafiah (60) warga Kampung Bukit Tempurung, Kecamatan Kota Kualasimpang, Kabupaten Aceh Tamiang yang mengajukan surat somasi kepada DPRK dan Kejari setempat, Senin (31/1/2022).

Muhammad Hanafiah yang akrab disapa Bang Agam kepada beritanasional.id Jumat (4/2/2022) di Karang Baru mengatakan, somasi ini di ajukannya agar ada kejelasan tentang penegakan hukum karena diduga melanggar aturan yang berlaku.

Hanafiah menjelaskan, pada APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2019 Pemkab Aceh Tamiang melaksanakan berbagai program pembangunan, ternyata ada sejumlah proyek pengadaan barang/jasa di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Aceh Tamiang yang selesai dikerjakan oleh pihak ketiga (Rekanan) pada tahun anggaran 2019.

Namun, Pemkab Aceh Tamiang tidak melakukan pembayaran kewajiban kepada pihak rekanan yang sudah menyelesaikan pekerjaannya pada tahun anggaran 2019 yang jumlahnya mencapai Rp13.383.250.951. Tetapi, ketika proyek selesai dikerjakan pada TA 2019 Pemkab Aceh Tamiang gagal membayar kewajiban kepada pihak ketiga yang telah mengerjakan proyek dimaksud.

Dikemukakannya, Pemkab Aceh Tamiang malahan membayar kewajiban kepada pihak ketiga dengan cara mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020, yaitu membayar mendahului anggaran dengan cara Bupati Aceh Tamiang menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang untuk merubah penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020

Dikatakan Hanafiah, beberapa kali pernah dalam sidang paripurna hasil Pansus DPRK Aceh Tamiang tentang penggunaan APBK Aceh Tamiang TA 2019 dan terkait tentang pertanggungjawaban laporan Keuangan APBK Aceh Tamiang TA 2019, pihak eksekutif memberikan jawaban secara tertulis yang berbeda-beda alasan jawabannya yang dibacakan dalam sidang paripurna di DPRK Aceh Tamiang terkait dasar hukum tentang pembayaran uang sebesar Rp Rp13.383.250.951.Alasan yang diberikan pihak eksekutif perubahan penjabaran APBK Aceh Tamiang TA 2020 karena alasan adanya pandemi Covid-19.

Kemudian, adanya penyesuaian anggaran APBK  Aceh Tamiang TA 2020 karena Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Alasan lainnya, karena ada rekomendasi persetujuan dari BPK Perwakilan Aceh agar uang sebesar Rp Rp13.383.250.951 harus dibayar mendahului anggaran menggunakan APBK Aceh Tamiang TA 2020.

Padahal pada TA 2019, ketika pihak ketiga sudah selesai mengerjakan pekerjaan pengadaan barang/jasa, pihak eksekutif diduga pernah menerbitkan SPM dan SP2D, namun uang kewajiban kepada pihak ketiga tersebut tidak dibayar karena dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat untuk Aceh Tamiang pada akhir tahun anggaran 2019 tidak ditransfer dari pusat.

Selain itu, Bupati Aceh Tamiang  20 Maret 2020 pernah menerbitkan surat Bupati Aceh Tamiang ,Nomor 900/1820, sifat:penting dengan hal, penyampaian Peraturan Bupati tentang Perubahan Penjabaran APBK TA 2020. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua DPRK Aceh Tamiang.

Namun, setelah terbit surat tersebut tidak ada dilakukan pembahasan bersama antara eksekutif dengan Legislatif.Namun surat tersebut diterbitkan sehubungan dengan hasil rapat Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang pada tanggal 14 Februari 2020 hal Pembahasan mengenai Rasionalisasi Kegiatan APBK TA 2020 untuk pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga pada TA 2019.

“ Tidak ada melibatkan pihak DPRK Aceh Tamiang untuk menggelar rapat membahas hal tersebut secara bersama-sama di gedung DPRK Aceh Tamiang, tapi Bupati Aceh Tamiang langsung menerbitkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang sebagaimana tersebut di atas agardapat membayar kewajiban kepada pihak ketiga,” terang Hanafiah.

Lebih parah lagi, TAPK Eksekutif dan Badan Anggaran DPRK Aceh Tamiang pada sidang paripurna tidak setuju untuk membahas dan memasukkan lagi anggaran kewajiban kepada pihak ketiga tersebut pada APBK –Perubahan TA 2020  karena sudah dibayar pada APBK Aceh Tamiang TA 2020.

Tetapi, data dan faktanya walaupun tidak disetujui pada sidang paripurna oleh Banggar dan Fraksi-Fraksi menolak atau tidak setuju memasukkan anggaran tersebut dalam APBK-Perubahan TA 2020, namun anggaran tersebut tetap masuk atau dicantumkan pada APBK-Perubahan TA 2020 berdasarkan Peraturan Bupati Aceh Tamiang Nomor 35 Tahun 2020 tentang Penjabaran APBK-Perubahan Aceh Tamiang TA 2020.

“ Hal ini sudah jelas tidak sesuai dengan  Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020 serta peraturan perundangan lainnya,” jelas Hanafiah lagi.

Dalam kesempatan itu, Hanafiah selaku pemerhati pemerintahan meminta penegasan, menggapa DPRK Aceh Tamiang tidak menggunakan hak angket dan hak interplasi terkait kasus ini, kemudian DPRK Aceh Tamiang belum melaporkan kasus ini kepada aparat hukum supaya kasus tersebut bisa diproses hukum.

” Apakah dugaan kasus tersebut tidak ada Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yang dilanggar. Ini harus ada penjelasannya,” tutup Hanafiah.

Ketua DPRK Aceh Tamiang, Supriyanto dikonfirmasi beritanasional.id terkait surat somasi itu via selular, Jumat (4/1/2022), mengatakan saat ini dirinya sedang Dinas Luar.

“Maaf saya sedang Dinas Luar, persoalan menjawab somasi yang dilakukan oleh saudara kita Muhammad Hanafiah akan kita lakukan setelah melakukan rapat dengan pimpinan lain beserta anggota,” jelas Suprianto.

Suprianto menjelaskan somasi dilakukan oleh Muhammad Hanafiah itu bukan untuk personal pimpinan tapi lembaga. Oleh karena itu dirinya selaku salah satu pimpinan akan membahasnya dalam rapat internal dewan.

“Yang disomasi kan atas nama lembaga, jadi kita akan bahas bersama pimpinan dan anggota untuk menjawab somasinya,” ujarnya di ujung selular. (ERWAN)

 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button