Bertahan di Tajamnya Pucuk Gelombang: YNS dan Upaya Menjaga Integritas di Tengah Isu
Catatan Elas Jawamara (Komandan Belalang Tempur)

Semalam saya tidak bisa tidur setelah menonton video Kaka Uchie di Facebook. Ingatan saya melayang pada perjumpaan paling pertama dengan kaka Uchie. Medio Agustus tahun 2024, saya tidak ingat tanggal persisnya. Kala itu merupakan tahapan paling awal untuk konsolidasi paket Siaga (Simon Petrus Kamlasi-Andrianus Garu). Kebetulan saya adalah salah satu anggota tim 9 yang dibentuk oleh Kaka Aleks Ofong selaku ketua Bapilu partai Nasdem. Saya dan teman-teman ditugaskan oleh kaka Aleks untuk terlbat dalam seluruh proses membentuk Koalisi dari tiga partai pendukung.
Pada sebuah malam yang ramai di hotel Neo di kota kupang dihelat sebuah pertemuan Koalisi. Hadir para petinggi partai dari Nasdem, PKS dan PKB. Malam itu kami membahas seluruh kerja kerja administratif sebelum masuk pada tahapan kerja-kerja pemenangan. Semua yang hadir saya kenal kecuali seorang perempuan perkaian rapih. Ia terlihat mondar mandir mempersiapkan kebutuhan pertemuan itu layaknya seorang ibu dalam rumah.
Saya penasaran. Saya panggil kaka Vincent Mone, bu, itu kaka siapa?. Vincen menjawab itu ibu dari DPP PKB dan orang dari kuan Soe. Saya cuman mengganguk sambil menatap dari kejauhan.
Malam itu kami pertemuan. Kami baku hantam ramai. Kaka Vincen dengan kaka Kaka Daniel Hurek. Saya dengan kaka Yusinta Ningsih Nenobahan, sosok perempuan yang saya tanyakan ke kaka Vincent Mone. Ramai malam itu. Hampir deadlock karena Vincen Mone lari miring sendiri dalam rapat itu. Saya juga dengan kaka Uchie demikian ia akrab disapa. Tapi selesai juga. Pada sesi foto bersama, kaka Uchie menyapa saya, hallo Kaka. Saya pun menunduk hormat.
Dinamika malam itu tidak selesai. Banyak perbedaan yang mesti disatukan. Beberapa kali pertemuan tim sembilan, saya selalu tampil berlawanan dengan kaka Uchie. Hingga pada akhirnya dinamika itu pun selesai dan dilanjutkan dengan kerja kerja politik. Pertarungan kala itu apakah Siaga Center atau Koalisi 3 partai yang harus yang menjadi penggerak utama dalam kerja kerja pemenangan paket Siaga. Namun itu pun bisa diselesaikan dengan baik meski saya yang paling vokal menolak Siaga Center kala itu. Saya juga yang kemudian ikut kaka Uchie meski bedebat dengan keras.
Aktivitas politik terus berjalan. Selaku komandan Belalang Tempur (Tim Media Paket Siaga), saya lebih banyak berkoordinasi dan tandem dengan kaka Uchie selaku Direktur Siaga Center yang beralamat di Kuanio. Tim Media pun lebih banyak berkumpul disana.
Saya dengan kaka Uchie dan teman teman Belalang Tempur melewati berbagai dinamika dalam mengurus agenda setting pemberitaan paket siaga. Kaka Uchie pekerja keras, disiplin dan teliti. Kadang suka boto boto juga kata orang kupang. Tapi setelah boto boto dapat uang kopi. Pasca Pilgub kami tetap menjalin komunikasi baik dan terus memberitakan kegiatan kegiatan karitatif yang Kaka Uchie lakukan melalui Yayasan Ningsih Sejahtera (YNS).
Lebih jauh tentang kaka Uchie. Selanjutnya saya sebut YNS. Ia terlahir di sebuah kampung kecil di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). seorang anak perempuan tumbuh dengan mimpi besar. Ia lahir bukan dari keluarga berada namun dari gurihnya jagung katemak dan ubi kayu telah membentuknya menjadi seorang perempuan tangguh yang menembus batas ibu kota.
YNS Meninggalkan kampung halaman yang dicintai bukan perkara mudah. Namun YNS melangkah dengan tekad, meninggalkan tanah kelahiran bukan untuk melupakan asal melainkan untuk mencari jalan agar suatu saat ia bisa kembali membawa perubahan. Ia ingin membuktikan bahwa anak kampung juga bisa berdiri sejajar, berbuat baik, dan memberi manfaat bagi orang lain, terutama bagi saudara-saudaranya di TTS.
Sudah banyak kegiatan sosial yang ia lakukan di TTS. Mengurus para pengungsi korban longsor kuatae hingga menyiapkan anggaran Rp5 milyar untuk hunian sementara melalui skema hibah untuk Pemda TTS meski hingga kini pemda belum juga menyiapkan lahan untuk dibangun. Masih banyak kegiatan sosial berbagi kasih yang ia lakukan di TTS hingga membangun ruas jalan kolonakaf yang menghubungkan 9 kecamatan.
Namun seperti tajamnya pucuk gelombang, kebaikan pun kadang diuji. Di tempat ia lahir dan dibesarkan itu, muncul suara-suara sumbang yang mencoba meruntuhkan niat baik itu. Tak jarang, tudingan dan fitnah datang dari mereka yang justru pernah ia hormati, termasuk oknum yang mengatasnamakan diri sebagai pemuka agama. Di media sosial, distorsi terhadap niat baiknya menyebar seperti angin, menusuk perasaan dan mencederai semangatnya. Agama nya pun ikut di sorot. Ia dikatai menjual agama dan berbagai tuduhan sadis lainnya. Di kota kupang yang terkenal sebagai kota Kasih pun, ia pernah dihantam di sosial media dengan narasi yang menghina kemanusian.
Sudah banyak prahara yang ia hadapi di tanah rantauan. Tak terhitung cacian yang pernah ia terima. Namun semua itu tak membuatnya bergeming. Ia sudah terbiasa berdiri di tengah badai dan tetap melangkah.
Namun tak pernah ia sangka, di tanah kelahirannya sendiri, tempat ia belajar tentang kasih dan kebersamaan, justru ia mendapatkan luka yang lebih dalam. Fitnah itu datang dari orang-orang yang ia kenal, dari darah dan pertautan kekerabatan.
Di titik itu, YNS menangis. Bukan karena kalah oleh tajamnya kata, bukan karena lelah menghadapi semuanya sendirian. Ia menangis karena hatinya bertanya, apakah kebaikan harus bertarung lagi? Apakah kebaikan selalu harus melewati ujian yang keji sebelum bisa dipercaya?
Namun air mata itu bukan tanda menyerah. Justru dari sana, lahir kekuatan baru — kekuatan untuk tetap memilih jalan yang benar, meski berliku dan sepi. YNS memilih diam dan bekerja. Ia mempercayakan semuanya kepada waktu dan kebenaran.
Baginya integritas bukan tentang pembuktian di depan banyak orang, melainkan tentang kesetiaan pada hati yang jujur. Ia tahu, jalan kebaikan tak selalu dipenuhi tepuk tangan. Ada saat di mana ketulusan justru disalahpahami, dan niat baik dicurigai.
Tapi dari tanah Timor tempat ia dilahirkan, YNS belajar satu hal yang tak pernah pudar, bahwa perempuan bisa kuat tanpa kehilangan kelembutan, bisa tegas tanpa harus membalas luka dengan luka. Ia mungkin hanya seorang anak kampung, tapi keberaniannya menolak menyerah membuatnya tumbuh menjadi simbol keteguhan.
Ia tidak membalas dengan amarah, melainkan dengan karya dan doa. Ia percaya, setiap fitnah pada akhirnya akan gugur di hadapan waktu. sementara kebenaran, meski tertatih selalu menemukan jalannya sendiri.
Bagi YNS, menjadi perempuan Timor bukan sekadar soal identitas, tapi tentang bagaimana menjaga hati tetap hangat di tengah dinginnya perlakuan dunia. Ia memilih terus melangkah, membawa cahaya kecil dari kampungnya, menyalakannya di tempat-tempat yang membutuhkan harapan.
Dan di tajamnya pucuk gelombang itu, ia masih berdiri, bukan untuk menantang badai, melainkan untuk menunjukkan bahwa kasih, ketulusan, dan integritas tak pernah benar-benar bisa tenggelam. Tetap Semangat Perempuan Timor!!!