ACEH

Hancur Dihantam Banjir, Sudah Dua Periode Bupati Jembatan Gantung di Sango Tidak Diperhati

Beritanasional.Id, Calang – Tahun 2020 ini merupakan tahun ke sembilan bagi Warga Gampong Sango, Lam Asan dan Gampong Pante cermin, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya- Aceh, harus tetap menggunakan alat seadanya untuk beraktivitas hari hari ke kebun mereka. Jembatan yang sudah pernah dibangun pada tahun 2011 dan hancur dihamtam banjir 2012 lalu, hingga kini belum ada tanda tanda dibangun kembali.

Informasi yang diterima media ini dari sejumlah sumber terpercaya di Gampong Sango, menyebutkan bahwa jembatan gantung yang memiliki panjang sekitar 80 meter itu hancur setelah dihantam bongkahan tumpukan bambu yang dibawa banjir sekitar tahun 2012 lalu. Jembatan yang dibangun dengan besar anggaran sekitar Rp 1,5 milyar itu, hanya setahun sempat dimanfaatkan masyarakat di kemukiman Pante Cermin itu, sebagai jalur akses menuju ribuan hektar perkebunan warga yang ada diseberang sungai Sango tersebut.

Sebelum jembatan gantung itu dibangun, jalur tersebut digunakan warga di Kemukiman Pante Cermin, yang meliputi Gampong Mareue, Gampong Sabet, Gampong Pante Cermin sebagai jalur transportasi utama menuju pusat ibukota Kecamatan (Pasar Lamno) dan sebaliknya jalur satu satunya akses bagi warga Gampong Lam Asan dan Sango menuju Kebun mereka.

Namun, setelah Jalan lintas Lamno-Jantho terbangun dan sejumlah jembatan permanen antara Gampong Sango ke Gampong Pante Cermin, Gampomg Pante Cermin ke Gampong Sabet dan Mareue terhubung dan diresmikian oleh Gubernur Aceh saat itu drh Irwandi Yusuf pada tahun 2010 lalu, kemudian Jalan yang sebelumnya digunakan sebagai jalur askses ke kota beralih fungsi menjadi jalan akses ratusan masyarakat untuk beraktivitas ke Kebunya untuk mencari rezeki dalam upaya menghidupkan keluarganya.

Alat transportasi penyebrangan yang sebelumnya hanya dapat dilalui dengan menggunakan Rakit yang dirangkai dari beberapa perahu dilengkapi oleh lantai besar dan mampu menampung berat bobot 5-10 ton, tapi sejak tahun 2011 sudah dapat dilalui via jembatan gantung dengan kapasitas besar dan mampu menampung berat yang hampir sama. Selama batas waktu setahun itu, warga dengan lancar melakukan aktivita perkebunannya masing masing demikian juga dengan aktivitas kelompok wanita pencari Pakis (sayur pakir) yang dilakoni rata rata oleh para ibu rumah tangga berstatus sebagai tulang punggung keluarga alias janda di Kampung Sango dan Lam Asan.

Tetapi usai peristiwa banjir yang memutuskan akses jembatan gantung pada tahun 2012 tersebut, semuanya tampak begitu buram bagi aktivitas masyarakat setempat. Mengapa tidak sudah lebih 8 tahun warga hanya dapat menggunakan sebuah perahu, kini sudah ada perahu fiber dengan bobot isi 5 orang sebagai sarana penyebrangan menuju lokasi perkebunan diseberang. Namun bila musim banjir tiba banyak warga yang memilih tidak beraktivitas karena khawatir terjadi hal hal yang tidak diinginkan, mengingat kondisi arus sungai yang tajam dan kedalaman sungai yang cukup membahayakan bagi nyawa manusia. Maka warga memilih tidak beraktivitas ke Kebunya, selama kondisi hujan dan banjir belum betul-betul aman.

Hal itu sangat merugikan masyarakat, karena banyak tanaman warga yang diganggu binatang liar akibat jarang dikunjungi pemilik, bahkan khususnya para kelompok kaum ibu janda dari Sango dan Lam Asan yang berprofesi sebagai pencari sayur Pakis yang umunya tumbuh di sekitar lokasi perkebunan warga di seberang, terpaksa dihentikan. Tentu saja dengan terhentinya kegiatan tersebut, ekonomi keluarga bagi kaum janda itu sangat terganggun, karena itu mata pencaharian ekonomi keluarga yang rutin dilakoni.

“Seharuanya jembatan tersebut tidak dibiarkan begitu saja dan dalam kondisi yang telalu lama seperti ini, sebab jembatan itu adalah satu satunya jalur akses ratusan warga untuk berusaha setiap hari,” kata Bukhari Abdullah, yang sekaligus tokoh masyarakat Gampong Sango, saat menceritakan perihal tersebut kepada media ini di Gampong Sabet, Sabtu, 20 Juni 2020.

Dikonfirmasi Geuchik Gampong Sango, Bukari Sulaiman, Minggu, 21 Juni 2020 di Sango, membenarkan hal tersebut.

“Benar, sudah masuk sembilan tahun jembatan itu tidak kunjung dibangun lagi padahal kami sangat membutuhkannya,” Kata Geuchik Bukari.

Lebih lanjut kata Bukari, sebagai Pemerintah Gampong Sango sekaligus gampong tempat lokasi Jembatan gantung itu berada, telah berupaya melalui berbagai cara, misalnya dengan memasukkan rencana pembangunan Jembatan berangka besi beralas papan itu kedalam setiap momen Murenbang setiap tahun. Bahkan secara langsung diakui telah melaporkan perihal itu ke Bupati Aceh Jaya periode dulu dan Bupati periode berjalan.

“Informasi terlahir, saat kami koordinasi dengan bapak Irfan (Bupati Aceh Jaya sekarang -read) katanya, akan dibangun tahun ini,” ujar Bukari.

Tidak hanya itu, sambung Bukari, dirinya pernah ditawarkan Pemerintah Aceh Jaya, agar di lokasi jembatan Gantung itu untuk dibangun jembatan permanen. Namun, Geuchik Bukari menolak, karena mengingat besar biayanya yang mencapai puluhan milyar dan nantinya pembangunan akan dilakukan multi years (bertahap) sudah pasti tidak dapat dinikmati segera oleh masyarakat, sementara kebutuhan masyarakat terhadap jembatan akses tersebut sudah sangat mendadak.

“Pernah ditawarkan dibangun jembatan permanen, tapi saya menolak. Karena saya khawatir akan butuh waktu lama untuk menyelesaikan jembatan permanen karena besarnya biaya, sedangkan masyarakat saya dibutuhkan saat ini atau secepat mungkin,” ujarnya lagi.

Meski telah mendapatkan jawaban dari Bupati Aceh Jaya, bahwa pembangunan jembatan gantung itu akan dilaksanakan tahun ini, namun keyakinannya masih sangat buram alias tidak dapat memastikannya kepada masyarakat, mengingat hingga saat ini belum ada tanda-tanda dilaksanakan pembangunan tersebut di lokasi tempat jembatan sebelumnya dibangun.

“Memang bapak bupati sudah mengaku akan membangun tahun ini, tapi hingga saat ini belum ada tanda apapun, saya tidak merani memastikannya kepada masyarakat,” papar Pria hitam manis ini lagi.

Amatan media ini di lokasi bekas dan akan dibangun jembatan gantung baru itu, tampak batangan besi berukuran besar yang dijadikan sebagai tiang penguat jembatan sebelumnya, masih dalam kondisi tidak berubah seperti kondisi pasca dihantam banjir 2012 lalu. Sejumlah kabel berukuran besar yang sebelumnya sebagai peginkat atau penahan badan jembatan juga tampak terukur dibagian hulu jembatan disebelah daratan warga maupun dihulu bagian seberang sungai.

“Artinya” kabel berukuran diameter 5 centi meter itu putus total saat dihantam banjir 9 tahun lalu. Selain besi tua yang sudah tidak utuh lagi yang terdapat di dua pondamen Jembatan gantung itu serta kabel besar dibibir sungai, sejumlah bagian besi badan jembatan tersebut, dikabarkan juga masih terdapat di dasar sungai yang dalam dan deras itu.

Kondisi lokasi pondamen maupun jalan yang dijadikan sebagai julur akses menuju badan jembatan sebelumnya di daratan perkampungan warga tampak sudah ditutupi oleh hutan semak belukar, hanya terdapat jalan seluas 1 meter sebagai jalus akses masyarakat untuk menuju penyebrangan menggunakan sampan, setelah sebelumnya memarkirkan kendaraannya, roda dua, roda tiga dan roda empat disekitar daratan hulu jembatan tersebut.

Terkait dengan keluhan masyarakat kemukiman Pante Cermin ini soal jembatan akses ke ribuan hektar kebun masyarakat itu, hingga berita ini dipublis belum mendapatkan konfirmasi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. (Alan)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button