BondowosoDaerahKalimantan

Ini Alasan Warga Ijen Bondowoso Melakukan Aksi Demonstrasi

BeritaNasional.ID, BONDOWOSO JATIM – ‘Perseteruan’ antara warga Ijen dengan PTPN XII tampaknya tidak akan berahir. Pasalnya antara keduanya, mempunyai sudut pandang yang berbeda terkait lahan yang ‘disengketakan’. Lalu mereka melakukan aksi demo untuk menuntut haknya.

Ahmad Yudi Purwanto, Ketua LSM Abdi Ijen Raung menjelaskan, warga menolak lahan perkebunan yang dikerjakan petani sekitar 30 tahun yang lalu direlokasi untuk replanting kopi. Karena lahan tersebut merupakan satu-satunya mata pencaharian untuk menyambug hidup.

“Menurut cerita nenek moyang kami, mereka dibawa oleh penjajah dari Pamekasan Madura ke Sempol untuk dipekerjakan sebagai pekebun.  Saat itu lahan perkebunan di Sempol dikelola oleh PTP 23, 26, dan 29,” kata Yudi, sapaannya, ahad 22/10.

Pada tahun 1971, PTP 23, 26, dan 29 melebur menjadi PTPN 12. Setelah lahan perkebunan dikuasai PTPN 12, lahan petani yang berlokasi di Kaligedang sekitar 32 ha yang diberikan oleh PTP 23, 26, dan 29, diambil alih oleh PTPN 12.

Ditambahkan, menurut penjelasan PTPN 12, pengambilalihan lahan tersebut berdasarkan Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Geografis (SIG). Warga mempertanyakan dasar hukum penerbitan GIS.

Karena GIS/SIG baru terbit pada tahun 2020. Petani kebun Ijen curiga terbitnya GIS/SIG hanya rekayasa PTPN 12 untuk mengambil hak rakyat. Kalau pengambilalihan lahan tersebut berdasarkan SK Hak Guna Usaha (HGU), warga Ijen tidak keberatan.

“Warga menuntut pada PTPN 12, lahan seluas 32 ha yang dikerjakan sejak 30 tahun yang lalu dikembalikan. Kalaupun ada lahan pengganti, petani tidak dibebani biaya lain, seperti sistem irigasi dan yang lainnya,” kata Yudi mewakili petani yang melakukan aksi demo.

Kemudian, lanjutnya, harus ada kepastian hukum yang tertuang dalam surat resmi bermaterai, bahwa lahan pengganti tersebut tidak akan diambil alih lagi oleh PTPN 12 dengan alasan apapun. Biasanya yang dijadikan alasan perluasan penanaman kopi.

Ditambahkan, pihaknya mengakui petani memanfaatkan lahan tersebut untuk tanaman sayur-mayur seperti kubis dan yang lainnya. Aalasan warga tidak bekerja di kebun PTPN 12, karena upahnya tidak cukup untuk biaya hidup keluarga dan biaya pendidikan anak-anaknya.

Upah pekerja harian lepas Rp 38 ribu sehari. Bekerja dari jam 06.00 wib hingga jam 10.30 hingga 11.30 wib atau 4,5 hingga 5,5 jam. Kalau dikalikan 30 hari kerja, maka upahnya sebesar Rp 1.140.000,00.

Yudi dan kawan-kawan juga mempertanyakan status bangunan permanen di sekitar Mapolsek dan Kantor Kecamatan Ijen. Dari mana izin warga tersebut membangun rumah secara permanen. Menurutnya, hampir 90%, bangunan di lahan PTPN 12 itu permanen.

“Sementara warga lain di tempat berbeda, untuk memperbaiki rumahnya saja agar lebih sempurna dilarang oleh PTPN 12. Apa bedanya, warga yang miskin dan yang kaya. Kok diperlakukan tidak sama,” keluh Yudi.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button