ArtikelCitizenLiterasiOpiniRagam

Kampus sebagai Wadah Menyandang Gelar Sarjana, Bagaimana dengan Penyelecehan Seksual?

Oleh : Depsi Akwila *)

BeritaNasional.ID — Kampus merupakan salah satu tempat sebagaimana termasuk kedalam urutan tertinggi dalam bidang pendidikan. Secara garis besar, di pikiran awam jika seseorang duduk di bangku perguruan tinggi berarti dikatakan baik yang memiliki nilai lebih. Baik dalam hal etika, pikiran, termasuk perilaku, yang dimana dalam tingkat penddidikan yang tinggi akan diakhiri dengan menyandang gelar sarjana. Beberapa bulan terakhir dalam tahun ini, kampus menjadi sorotan publik yang hangat untuk diperbincangkan. Kampus menjadi sorotan di kalangan publik terutama di kalangan mahasiswa. Akhir-akhir ini Kampus sebagai tingkat pendidikan yang tingggi disorotin dengan permasalahan-permasalahan yang melenceng dari sikap yang seharusnya dicerminkan baik oleh perguruan tinggi, baik Mahasiswa maupun Dosen. Banyak media menyoroti kasus yang mencoreng nama perguruan tinggi yaitu dengan permasalahan ataupun kasus pelecehan seksual.

Pelecehan Seksual merupakan tindakan yang dikatakan jahat oleh siapun yang mendengarnya. Pelecehan seksual tidak hanya terjadi pada orang dewasa namun anak-anak juga dapat mengalami hal tersebut. Pelecehan Seksual menurut Komnas Perempuan adalah, seperti tindakan bernuansa seksual secara kontak fisik maupun non fisik dan membuat seseorang merasa tidak nyaman atau tersinggung, merasa direndahkan martabatnya atau bahkan sampai mengakibatkan ganguan kesehatan fisik atau bahkan mental.

Dalam tindakan pelecehan seksual tersebut, banyak cara ataupun ciri-ciri yang menyatakan tindakan itu sudah termasuk bagian dari pelecehan seksual. Tindakan atau ciri-ciri yang dilakukan yaitu, menyentuh bagian tubuh tanpa izin dan ikatan yang resmi dan bertujuan seksual, sering menggunakan lelucon yang berhubungan dengan seks, adanya modus yang dilakukan seperti kenalan dengan mengajak bertemu, kencan, dll, serta mengajak berhubungan secara terang-terangan namun tidak disetujui dari salah satu pihak dalam arti dipaksa yang menyebabkan kekerasan.

Wakil ketua Komisi Nasional Perempuan Olivia CH Salampessy mengungkapkan, ada 35 pengaduan dalam kasus kekerasan seksual dan diskriminasi di perguruan tinggi pada kurun 2015-2021. Kasus di perguruan tinggi menurut beliau umumnya memanfaatkan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi dan penelitian dengan modus mengajak korban ke luar kota. “Juga melakukan pelecehan Seksual secara fisik dan non fisik saat bimbingan skripsi di dalam dan di luar kampus”, ujar Olivia saat mengisi kuliah umum di Institut Teknologi Bandung secara daring, Rabu 2 November 2022. “Kami merekomendasikan kepada Mentri Pendidikan untuk dipecat dosennya”, ujar dia.

Dalam dunia perkuliahan, pelecehan kian menyebar dan merambat hingga terbongkarnya kasus-kasus tersebut dengan berita-berita publik yang kian menyebar. Tindakan Pelecehan Seksual tersebut, tidak hanya dilakukan pada saat bimbingan skripsi namun dilakukan pada luar instansi yaitu pada saat mengikuti kegiatan Magang, ataupun KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang dimana  kegiatannya berada di luar kampus namun program ataupun kegiatan terebut berdasarkan atas pihak kampus dalam arti berada dalam naungan kampus, yang sebagaimana menjadi tempat belajar dalam menempuh gelar sarjana.

Namun dalam realitanya, jika terjadi pelecehan yang berada di luar kampus dan korban melapor kepada pihak kampus maka hasil yang diterima iyalah tidak sesuai dengan yangs seharusnya. Entah bagaimana prosesnya apakah kampus diam dan tidak peduli atau merasa itu tidak penting, sehingga kasus pelaporan tersebut kurang ditanggapi denga baik. Alhasil dari tindakan tersebut, menyebabkan para mahasiswa untuk berdemo.

Dalam kasus pelecehan tersebut, banyak para korban yang diam, karena memikirkan bagaimana dampaknya jika diberitahukan apalagi dengan adanya ancaman yang diberikan kepada si korban. Tindakan ini dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa, dan hak yang lebih besar sehingga korban memilih diam dan tidak melapor.

Dengan penyalahgunaan kekuasaan ini akhirnya banyak mahasiswa yang beranggapan negative terhadap intansi tersebut. Dampak dari tindakan tersebut bagi korban iyalah mengalami trauma dan diselimuti akan ketakutan, bahkan paling parah depresi hingga memutukan untuk bunuh diri.

Mungkin Solusi yang dapat dilakukan untuk hal tersebut yaitu dengan membuat komunitas atau organisasi kekerasan seksual yang berada dalam lingkungan kampus yang bertugas sebagai wadah pengaduan korban yang akan disampaikan kepada pihak bersangkutan dan harus dipastikan bahwasanya organisasi ini benar-benar aman dan adanya naungan dari pihak kampus agar lebih aman, sehingga korban tidak ragu untuk melapor karena biasanya korban takut untuk berbicara. Harapannya dengan tindakan ini dapat direspon dan menemukan hasil akhir sehingga tidak ada ataupun megurangi korban selanjutnya. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswi Ilmu Politik Universitas Jambi 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button