DaerahSUMUT

Kasus Gagal Ginjal Pada Anak Kewaspadaan Dini Pemkab Batu Bara Tahapan pra RS  

BeritaNasional.ID – Kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak, Pemerintah Kabupaten Batubara melalui pihak Dinas Kesehatan P2KB bersama RSUD Batu Bara tingkatkan kewaspadaan dini pada tahap pra Rumah Sakit.

Hal itu disampaikan Kadis Kesehatan P2KB drg. Wahid Khusyairi, MM pada saat Rapat Koordinasi kasus GGAPA bersama pihak RSUD Batu Bara di ruang Rapat Dinas Kesehatan, Kecamatan Lima Puluh, Sabtu (20/10/2022).

Sebelnya Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan surat pemberitahuan perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus GGAPA pada anak yang ditujukan terhadap Dirut RSUD Batu Bara, Dirut RS Swasta, Kepala Puskesmas FKTP Swasta se-kabupaten Batu Bara.

Didalam surat ini disebutkan bahwa, kasus suspek GGAPA adalah kasus suspek pada anak usia 0-18 tahun yang mayoritas balita dengan gejala anuria atau oliguria yang terjadi secara tiba-tibs, kasus suspek ditambah dengan tidak terdapatnya riwayat kelainan ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal kronik dengan disertai/tanpa disertai gejala prodromal (seperti demam, diare, muntah, batuk, dan pilek), kemudian penatalaksanaan pasien GGAPA oleh Rumah Sakit mengacu pada Keputusan Dirjend Pelayanan Kesehatan tentang tatalaksana dan menejemen klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada anak di fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Secara ringkas pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai tingkat pelayanan Kesehatan (Puskesmas/Klinik atau RS) yang menerima pertama kali, untuk menegakkan diagnosis darah perifer lengkap, morfologi darah tepi, fungsi ginjal (BUN/ureum, kreatinin), urinalisis.

Kemudian melengkapi evaluasi kemungkinan hiperinflamasi dan hiperkoagulasi, bila telah didiagnosis GgGA/AKI: elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium, fosfat), asam urat, analisis gas darah, fungsi hati (SGOT, SGPT), penanda inflamasi (CRP, prokalsitonin, ferritin, IL-6, LED, LDH), penanda koagulopati (D-dimer, fibrinogen) fungsi hati (SGOT, SGPT), urinalisis, dan pencitraan (termasuk USG doppler ginjal).

Terakhit agar melakukan evaluasi etiologi infeksi antibodi SARS COV-2, serologi leptospira, asto, apusan nasofaringeal dan rektal, serta pemeriksaan kultur mikroorganisme (dari tempat steril, darah, urine). Jika diagnosis sesuai MIS-C maka dapat ditatalaksana sesuai kriteria MIS-C. Jika ada bukti penyebab lain maka dapat ditatalaksana sesuai dengan dugaan penyebab lain tersebut.

Sementar itu Dokter Spesialis Anak RSUD Batubara dr. Omar Sazaly Aldy Sp.A menyebutkan, bila ditemukan pasien berusia hingg 18 tahun dengan gejala demam, gejala infeksi saluran pernapasan akut (batuk, pilek), atau gejala infeksi saluran cerna (diare, muntah), maka orang tua diedukasi untuk memantau tanda bahaya umum, ditambah melakukan pemantauan jumlah dan warna urine (pekat atau kecoklatan) di rumah.

“Bila urine berkurang atau tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), maka harus segera dibawa ke RS. Urine dikatakan berkurang jika berjumlah kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam,” terangnya.

Sementara, Intra-RS yakni apabila didapatkan gejala demam atau riwayat demam dalam waktu hingga 14 hari terakhir disertai dengan gejala ISPA atau saluran cerna, serta volume urine berkurang sesuai definisi GgGA/AKI, maka dapat dilakukan pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin).

“Apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi,” teran dr. Omar yang juga merupakan Ketua IDI Cabang Batubara.

Ia menyebutkan, secara ringkas, pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai tingkat pelayanank esehatan di Puskesmas, Klinik atau RS. (FTR-BB/01)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button