Hukum & Kriminal

Dugaan Korupsi NTT Fair Melibatkan Mantan Gubernur NTT, Kejati Memilih Bungkam Dan Hanya Janji Manis

BeritaNasional.ID-Kupang NTT-, Kasus korupsi pembangunan gedung NTT Fair Tahun 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap di Pengadilan Tipikor Kupang hingga saat ini masih menjadi tanda tanya dan menjadi pekerjaan rumah bagi Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT).

Dalam putusan yang dibacakan saat majelis hakim menjatuhkan vonis mengatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan selama masa persidangan kasus korupsi pembangunan gedung NTT Fair, majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menemukan adanya bukti petunjuk aliran dana proyek NTT Fair kepada mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya (FLR).

Dalam materi putusan majelis hakim terhadap terdakwa Yulia Afra (mantan kadis PRKP), yang dibacakan Hakim Ali Muhtarom, Selasa, (21/01/2020) lalu, majelis hakim yang mengadili kasus NTT Fair mengaku telah menemukan bukti petunjuk.

“Karena dalam fakta persidangan ada kesesuaian keterangan dari para saksi sehingga majelis hakim menemukan adanya bukti petunjuk aliran dana kepada mantan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya,” jelas hakim Ali Muhtarom.

Menurut majelis hakim, fakta persidangan telah menyebutkan bahwa terdakwa Yulia Afra minta fee kepada direktur PT Cipta Eka Puri, Hadmen Puri sebesar 5 persen. Kemudian, saksi Hadmen Puri menyerahkan uang itu kepada terdakwa Yulia Afra melalui transfer kepada saksi Fery Johns Pandie.

Terdakwa Yulia Afra mengambil uang itu dari saksi Fery Johns Pandie secara bertahap kurang lebih tujuh sampai delapan kali melalui stafnya Boby Lanoe.

Terdakwa menyerahkan uang itu kepada mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya melalui ajudan Gubernur, Ariyanto Rondak.

“Ariyanto Rondak setelah menyerahkan uang itu kepada Gubernur (mantan) NTT Frans Lebu Raya di ruang kerjanya langsung melaporkan kepada terdakwa Yulia Afra melalui telepon seluler jika sudah menyerahkan uang itu kepada saksi Frans Lebu Raya,” tandasnya.

Hakim pun menyebut perbuatan terdakwa Yulia Afra turut menguntungkan mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya sebesar Rp 568 juta, Sekda NTT Benediktus Polo Maing sebanyak Rp 100 juta dan Syamsul Rizal Rp 25 juta.

Berkaitan dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang, Abdul Hakim, S. H ketika dihubungi wartawan, Sabtu (20/11) melalui hp selulernya beberapa kali tidak merespon hingga berita ini diturunkan.

Sebelumnya di beritakan media ini, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kajati NTT), Dr. Yulianto, S. H, M. H hanya bisa memberikan janji manis kepada masyarakat NTT dalam penanganan perkara korupsi.

Janji manis Kajati NTT, Dr. Yulianto, S. H, M. H bukan sekali saja namun janji itu diberikan sudah berulang kali kepada masyarakat NTT yang menunggu kepastian hukum dalam kasus korupsi pembangunan gedung NTT Fair yang diduga melibatkan mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Sekretaris Daerah (Sekda) NTT, Ben Polo Maing.

Janji manis dan ketegasan Kajati NTT, Dr. Yulianto, S. H, M. H hanya sesumbar bagi masyarakat NTT. Janji itu, hanya untuk membuat masyarakat merasa bahwa penegakan hukum di NTT tidak seperti yang dibayangkan.

Opini yang terbangun selama ini memang benar, bahwa hukum tumpulnya diatas dan tajam hanya ke bawah. Opini itu benar – benar terjadi pada tubuh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.

Dalam putusan majelis hakim baik tingkat bawah hingga Mahkama Agung (MA) RI, dengan tegas menyatakan bahwa mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menerima gratifilasi dari PT. Cipta Eka Puri senilai Rp. 658 juta.

Selain itu, dalam putusan majelis hakim juga menegaskan bahwa uang senilai Rp. 100 juta yang disita dari Sekda NTT, Ben Polo Maing dirampas untuk negara bahkan dijadikan barang bukti dalam persidangan.

Namun, anehnya Kejati NTT tidak menindaklanjuti putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (incrah). Justru sebaliknya, Kajati NTT, Dr. Yulianto, S. H, M. H, hanya memberikan janji – janji manis untuk rakyat NTT dalam penanganan perkara NTT Fair yang diduga melibatkan mantan Gubernur NTT.

Alasan klasik yang selalu digunakan yaitu kata nanti. Kata nanti selalu digunakan Kajati NTT, Dr. Yulianto, S. H, M. H setiap kali ditanyakan awak media. Bahkan, Kajati NTT, Dr. Yulianto, S. H, M. H, selalu mengatakan nanti akan ditindaklanjuti menunggu putusan berkekuatan hukum tetap (incrah) dan menunggu nota dinas JPU yang menyidangkan perkara itu. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button