Nasional

IWO Prihatin Beredarnya Nama-nama Media “Abal-abal” Dan Wartawan “Bodrex”

BeritaNasional.ID Jakarta – Banyaknya media massa yang dibuat tanpa perizinan menyampaikan pemberitaan tidak sesuai fakta yang merugikan narasumber,Kominfo geram dengan hal itu.Beredarnya nama-nama media dan wartawan dengan pengistilahan ‘abal-abal’ dan diklaim sebagai informasi yang menyebar dari Kementerian Kominfo RI direspon organisasi IWO.

Dalam siaran pers yang disebar IWO, Senin (28/5/2018) terdapat 5 poin penting sikap dari organisasi yang telah memiliki anggota di hampir seluruh provinsi di Indonesia ini.

5 Poin dalam release tersebut, yakni:

1. IWO merasa prihatin atas beredarnya informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Terlebih, informasi tersebut disampaikan dengan “menjual” nama institusi pemerintah dalam hal ini adalah Kemeninfo.

2. Meminta kepada Kemeninfo untuk mengeluarkan pernyataan resmi berkaitan dengan beredarnya nama 319 wartawan dan media tersebut. Adapun alasan yang dapat kami kemukakan berkaitan dengan ini, karena beberapa pertimbangan, yakni ; negara diharapkan kehadirannya dalam menjawab persoalan yang terjadi di masyarakat yang dalam hal ini adalah persoalan kesesatan informasi yang cenderung membawa kerasahan dan kegaduhan informasi. Berikutnya, dalam hal ini Kemeninfo tentunya secara bijak dapat memberikan penerangan, terlebih nama Kemeninfo disangkut pautkan sebagai objek dalam informasi yang sesat itu.

3. DPP IWO tetap berkomitmen untuk bersikap tegas terhadap terjadinya kasus-kasus pelanggaran hukum dan atau etika yang dilakukan oleh setiap anggota IWO. Dalam hal terjadinya dugaan pelanggaran hukum dan etika yang dilakukan oleh anggota IWO, tindak lanjut akan dilakukan sepanjang ada laporan atau aduan yang memiliki dasar yang jelas.

4. Meminta kepada seluruh jajaran IWO agar tetap bertindak profesional dalam menjalankan tugas dan menataati hukum dan etika yang bersandar pada keluhuran budi.

5. Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentunya IWO meminta kepada semua pihak untuk menghormati hukum dan hak asasi manusia, termasuk dalam hal terjadinya dugaan pelanggaran hukum dan etika dalam menjalankan tugas-tugas kewartawanan. IWO lebih sepakat dengan penggunaan terjadinya pelanggaran hukum dan atau etika yang dilakukan dengan menggunakan instrumen pers ketimbang menggunakan istilah media abal2 atau bodrek yang sama sekali menurut IWO bukan istilah yang berdasarkan kepada terminologi hukum.

Sebelumnya dijelaskan, dalam satu minggu terakhir ini, dunia wartawan, khususnya wartawan media online, diterpa isu yang bertalian dengan dugaan pelanggaran etika dan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh wartawan dari sejumlah media.

Informasi tersebut menyebar secara luas melalui grup whatsapp, entah darimana pertama kali asal muasal informasi tersebut bermula. Tak luput pula, postingan informasi tersebut juga diterima oleh group whatsapp Ikatan Wartawan Online (IWO).

Isi postingan informasi itu menyebutkan terdapat 319 nama wartawan berikut asal media mereka bekerja. Beberapa nama diantaranya, terdapat pula beberapa nama wartawan yang terdaftar sebagai anggota IWO.

“Mengapa DPP IWO menggunakan terminologi _tidak jelas_ ? Karena postingan itu hanya menyebutkan; _Jelang Lebaran,_ Kemeninfo RI bikin gebrakan yang ditujukan ke pemilik media. Ada 319 daftar media dituding _abal-abal_ alias _bodrek_. Berikut nama dan medianya sebagai tajuk dari informasi tersebut, yang dilanjutkan dengan nama-nama wartawan berikut media massa tempat bekerja,” kata Ketum IWO Jodhi Yudono.

Dasar ketidakjelasan informasi tersebut kaitannya dengan tudingan ‘abal-abal’ alias ‘bodrek’, tanpa adanya pemberian keterangan lebih lanjut mengenai kedua istilah tersebut. Berikutnya, tak ada sama sekali keterangan lebih lanjut tentang dasar dari tudingan itu, setidaknya berupa kronologis yang dapat diuraikan meskipun singkat.

Ketua Bidang Hukum dan Advokasi, Ibnu Mazjah menambahkan, secara common sense, informasi tersebut dikaitkan dengan adanya dugaan pelanggaran hukum dan atau etika. namun menurut dia, di dalamnya tidak disebutkan pelanggaran etika dan atau pelanggaran hukum apa yang dilakukan oleh 319 wartawan dan media tersebut.

“Berikutnya, yang juga tak luput juga menjadi bahan pertanyaan adalah, si pembuat informasi tak mampu membedakan antara oknum wartawan dengan media massa sebagai subjek yang melakukan pelanggaran hukum dan etika tersebut,” ungkap Ibnu.

Tentunya, lanjut dia, ketidakmampuan dalam membedakan antara perbuatan yang dilakukan oleh oknum sangat merugikan media massa yang barangkali tidak terpaut dengan pelanggaran yang dilakukan oleh oknumnya itu sendiri.Tidak sedikit wartawan gadungan yang memeras tertangkap polisi seperti kasus di Garut beberapa hari lalu ada empat wartawan gadungan yang di tangkap memeras warga dengan meminta uang puluhan juta. (dki1/bn.id)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button