Tajuk
Trending

Pantaskah Bupati dan Camat Lakukan Tindak Kekerasan Seksual?

Bagian 2

BeritaNasional.ID-Tauwa merupakan gelar kehormatan tertinggi kepada seorang pemimpin di Gorontalo. Tauwa diartikan sebagai khalifah teladan, pedoman, acuan, pembimbing atau pemimpin.
Dalam struktur adat Gorontalo, Walikota atau Bupati adalah olongiya (raja) yang secara sah menduduki jabatan tertinggi di pemerintahan daerah. Tetapi mereka tidak berhak memperoleh gelar Tauwa sebelum memenuhi dua prasyarat yaitu:
1. Telah mempersembahkan karya karya nyata, yang disebut ilomata yang bermanfaat bagi seluruh rakyat.
2. Dinilai oleh masyarakat adat sebagai person yang telah memiliki sifat sifat kepemimpinan moodelo.

Sebelum mendapat gelar Tauwa, seorang walikota atau bupati belum boleh disembah rakyat (dipo odutuwa lo tubo), ia hanya boleh dihormati dan dihargai, tapi tidak dalam kedudukan adat. Sebagai catatan, penyembahan terhadap Tauwa bukan berarti mempertuhankan, melainkan hanya sebagai simbol bahwa seorang Tauwa harus dekat dengan Allah SWT.
Tauwa juga menjadi wakil Tuhan didunia dan sifat sifat Tuhan dipakaikan kepadanya (pilo boo liyo). Besarnya kekuasan yang diberikan kepada seseorang Tauwa digambarkan pada tujai (sajak) pengukuhan sebagai berikut :
Huta, huta lo ito eya
Taluhu, taluhu lo ito eya
Dupoto, dupoto lo ito eya
Tulu, tulo lo ito eya

Seluruh tanah adalah tanah milik tuanku
Seluruh air adalah air milik tuanku
Seluruh angin adalah angin milik tuanku
Seluruh api adalah api milik tuanku

Empat anasir ini menjadi hak, kewajiban dan kewenangan Tauwa. Namun kekuasaan itu tidak absolut, tujai ini ditutup dengan sebuah kalimat pamungkas:
Bo dila poluli hilawo lo ito eeya (Tetapi janganlah tuanku berbuat sewenang wenang). Eeya disini berarti Tuanku. Penyebutan seorang Tauwa sebagai eeya bukan berarti menyamakan dengan kedudukan Tuhan, tetapi sebagai pengukuhan bahwa seseorang yang telah menerima gelar Tauwa telah menjadikan sifat sifat Tuhan sebagai pakaiannya dalam hidup ini. Dengan begitu, Tauwa harus menjadi penguasa yang penuh kearifan, adil, menjaga dan melindungi negeri, mensejahterakan rakyat serta memiliki semangat ketauhidan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Ia wajib menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.

Kekuasaan bagi seorang Tauwa memang nyaris tidak terbatas. Namun dia tidak dapat sewenang wenang mengambil tindakan atau kebijakan. Jika saja ada pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Tauwa, maka dia dapat dikenakan sanksi kutukan yang luar biasa dari seluruh rakyat, juga terkena sumpah dari para leluhur. Sanksi ini digambarkan pada bait tujai yang berbunyi: Wonu dila o bitowa liyo, aalo lo janjia artinya jika tidak kena kutukan, maka dia akan dimakan ajalnya. Ini sebagai peringatan kepada Tauwa bahwa kekuasaan absolut hanya ada ditangan Allah SWT. Jika seseorang Tauwa melanggar ketentuan ketentuan Allah SWT, maka hidupnya bakal luluh lantak. (sumber: http://slidingdoorlock.blogspot.com/2010/10/gelar-tauwa.html?m=1)

Jika memang demikian berat sanksinya, maka pantaskah setiap orang yang diberi amanah menjadi seorang Bupati atau Camat melakukan tindak pidana kekerasan seksual ?

Kita tentu sangat mengapresiasi komitmen dan langkah Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang telah menonaktifkan oknum Camat yang telah dilaporkan ke Polda Gorontalo karena diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual kepada bawahannya. Namun kita juga patut mempertanyakan apa langkah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia kepada oknum Bupati di Gorontalo yang juga telah dilaporkan dengan dugaan kasus yang sama di Bareskrim Polri. Apakah Kemendagri akan mengambil langkah yang sama dengan menonaktifkan “Sang Oknum Bupati” ?

Sekali lagi, sebagai warga negara yang taat hukum, kita tentu harus menghormati asas praduga tidak bersalah. Kita juga wajib menghormati apapun keputusan Kemendagri maupun keputusan hukum oleh APH terhadap oknum Bupati tersebut.

Namun terlepas dari semua itu, kita semua tentu berharap tidak ada perilaku “amoral” yang dilakukan oleh setiap orang yang sejatinya disebut “Tauwa”. Demikian pula kita tentu tidak berharap dipimpin oleh seseorang yang berperilaku bejat dan amoral. (Noka)

Baca juga: Pantaskah Bupati dan Camat Lakukan Tindak Kekerasan Seksual ?

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button