Opini

Menjaring Calon MABA

Oleh : Mohammad Hasyim

Hasil  seleksi nasional  penerimaan calon mahasiswa  baru melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) telah diumumkan seminggu lalu. Diberitakan oleh Kompas.Com, sebanyak 110.459 diterima sebagai calon mahasiswa dari  595.093 pendaftar. Jumlah 110.459 tersebut tersebar di 126 PTN/Politehnik Negeri dan 11 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Sejumlah 80.555 peserta reguler sedang  29.404 pelamar  pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP). Diantara 20 PTN penerima kuota terbanyak, tiga diantaranya ada di  Jawa Timur, masing-masing Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Negeri Malang (UM), keduanya ada di kota Malang, dan satu lagi Universitas Jember, Jawa Timur. Khusus Universitas Jember, dikutip dari Detik News, 22 Maret 2021, Universitas Negeri paling ujung Timur Pulau Jawa itu memperoleh jatah 2.272 calon mahasiswa baru dari 22.531 pendaftar.

Disamping jalur SNMPTN masih tersedia dua jalur lagi yang bisa diakses oleh calon mahasiswa baru yang tidak lolos dijalur SNMPTN yaitu Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN) dan jalur mandiri dari masing-masing PTN. Tentu ini menjadi kesempatan yang baik bagi calon mahasiswa yang ngotot (kukueh) ingin kuliah di sejumlah PTN, sekaligus bakal menambah jumlah quota (jatah tambahan) calon mahasiswa baru sesuai daya tampung masing-masing PTN.

Melalui beberapa skema ini dipastikan PTN-PTKIN tidak akan kesulitan dan kekurangan calon mahasiswa baru setiap tahunya. Dengan kata lain, PTN-PTKIN tidak akan mengalami problem persaingan. Mentalitas sebagian besar masyarakat Indonesia yang serba negeri  (negeri minded) menjadi nilai tambah yang secara tidak langsung menguntungkan PTN, pun juga sejumlah kebijakan afirmasi dari pemerintah yang banyak  disalurkan ke sejumlah PTN, Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, misalnya.

Bagaimana dengan PTS-PTKIS ?, beda kasus dengan PTN. Jenjang pendidikan tinggi yang dikelola oleh badan penyelenggara swasta ini, harus bekerja keras setiap kali berhajat menerima/menjaring calon mahasiswa baru (MABA). PTS-PTKIS akan slalu mengalami problem persaingan. Memang tidak semua PTS-PTKIS memiliki problem ini. Ada sejumlah PTS yang karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, seperti peringkat yang dicapainya, baik oleh lembaga pemeringkatan nasional maupun internasional, dengan mudah mendapatkan sejumlah calon mahasiswa baru sesuai daya tampung yang ditargetkan. Mereka (PTS tersebut) tidak mengalami problem persaingan yang serius. Persaingan ketat akan dialami oleh sejumlah PTS sedang/kecil di daerah yang jauh dari pusat-pusat kota.

Catatan berikut kiranya bisa menjadi pertimbangan, atau setidaknya tolehan bagi siapa saja yang berkepentingan langsung dengan  penerimaan/penjaringan calon mahasiswa baru. Catatan ini lebih merupakan pengalaman unik dan kasuistik. Cocok di suatu keadaan, tidak untuk keadaan lainya. Bisa jadi masing-masing PTS-PTKIS memiliki kasus berbeda dengan pendekatan yang berbeda pula.

Pertama, Uang Kuliah.

Bagi sebagian besar orangtua, terutama kelas menengah kebawah atau mereka yang berpenghasilan setara UMR/dibawahnya, besar-kecilnya uang kuliah di PTS-PTKIS bagi anak-anaknya masih menjadi faktor utama yang selalu dihitung dengan njlimet. Bagi mereka, urusan ini akan menjadi hal genting untuk menjamin langsung-tidaknya kuliah anak-anaknya di PTS-PTKIS. Kendati demikian, ada juga sebagaian masyarakat yang tidak terlalu dipusingkan dengan urusan uang kuliah anak-anaknya di PTS-PTKIS, tentu ini dialami oleh para orangtua dengan pekerjaan dan/atau berpendapatan tetap setara dengan kelas menengah  keatas. Masyarakat maunya menerima layanan pendidikan tinggi yang lebih baik /terbaik, tetapi dengan biaya yang murah atau setidaknya terjangkau dengan kondisi keuangan mereka.

Kedua, Kebijakan Afirmasi.

Beberapa kebijakan yang memihak atau yang diinginkan oleh orangtua dengan keterbatasan ekonomi, menjadi daya tarik lain yang sangat diminati oleh orangtua dan calon mahasiswa baru. Keringanan atau pengurangan uang kuliah dan biaya-biaya komponen lainya, menjadi faktor/isu yang dicari dan ditunggu oleh mereka. Relaksasi, keluwesan dan/atau pemotongan biaya komponen menjadi kado yang menggembirakan, sehingga pendapatan yang mereka dapat selama ini bisa dibagi/dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan lainnya yang tidak kalah pentingnya, misalnya biaya pendidikan bagi anggota keluarga lainnya. Karena itu  hadirnya beasiswa dari pemerintah, dari ormas, BUMN, dari Badan Penyelenggara PTS-PTKIS, dari perusahaan swasta dan kebijakan-kebijakan afirmasi lainnya dari PTS-PTKIS yang bersangkutan perlu terus diupayakan.

Ketiga, Peluang Pekerjaan.

Lulus kuliah tepat waktu dan secepatnya memperoleh pekerjaan sesuai jurusan/keahlian adalah aspek penting lainnya yang banyak dipertimbangkan oleh calon mahasiswa. Pengalaman selama ini mengkonfirmasi bahwa prodi-prodi yang banyak bersentuhan dengan hajat dasar masyarakat daerah, dan memiliki tingkat penyerapan calon tenaga kerja cukup tinggi, keguruan misalnya, selalu memperoleh pendaftar calon mahasiswa baru lebih banyak dari prodi lainya. Ini artinya ada korelasi antara kurikulum prodi dengan pengadaan/pemenuhan tenaga kerja di lapangan. Ya, kalaulah harus menunggu antrian kerja paska kuliah, masa tunggunya tidak terlalu lama. Karena itu dalam konteks ini perlunya diupayakan adaptasi kurikulum terus menerus dan pemberian kacakapan tambahan di setiap prodi, menguatkan kinerja prodi, atau dasar bagi rencana pengembangan dan/atau pembukaan prodi-prodi baru.

Keempat, Mahasiswa dan Alumni.

Kontribusi mahasiswa dan alumni dalam menjaring calon mahasiswa baru, setidaknya di PTAIS-PTKIS, yang pernah saya berkiprah didalamnya, sangat signifikan. Partisipasi mereka makin besar jika dalam proses penjaringan calon mahasiswa baru tersebut ada insentif/apresiasi dari kampus mereka. Meski cara ini (pemberian insentif bagi mahasiswa aktif dan alumni kesannya kurang mendidik), tetapi demi kelangsungan sebuah PTS-PTKIS dan layanan pendidikannya, hadirnya mahasiswa baru dari kontribusi mahasiswa aktif dan alumni patut dipertimbangkan. Karena alasan balas budi dan ekpresi rasa bangga kepada almamater, tidak seidikit diantara para mereka yang membawa serta keluarga, orang-orang terdekat mendaftar sebagai calon mahasiswa baru di almamaternya. Dalam konteks ini adalah bagaimana membangun persepsi positif layanan PTS-PTKIS kepada mahasiswanya sehingga kelak mereka bisa menjadi alumni yang loyal dan bangga terhadap almamaternya.

Kelima, Semua Jadi Penjual.

Pada akhirnya hajatan besar PTS/PTAIS berupa penerimaan/penjaringan calon MABA, mengharuskan kerja kompak, kerja “fullteam” dari seluruh komponen sistem PTS-PTAIS tersebut, bahkan dengan mengerahkan seluruh sumberdaya yang ada. Dari unsur tertinggi (top leader) hingga ke karyawan terendah (lowest leader), “cantut tali wondo”, bersama-sama bekerja serentak untuk mensukseskan hajatan besar tersebut dengan masing-masing memerankan dirinya sebagai penjual.

Pada tataran konseptual-pendekatan Marketing Mix-dalam teori pemasaran jasa misalnya, patut pula dipertimbangkan oleh PTS-PTAIS yang bersangkutan. Jika bauran pemasaran (marketing mix) memiliki pengaruh signifikan dalam meningkatkan kinerja penjualan/pemasaran jasa maupun non jasa, sepatutnya bila faktor-faktor seperti produksi (product), harga (price) dan promosi (promotion) dilibatsertakan juga dalam proses pengambilan kebijakan manajerial pada skema penerimaan dan/atau penjaringan calon mahasiswa baru (MABA). Allohu A’lam.

Mohammad Hasyim, beberapa kali terlibat  penerimaan calon MABA sebuah PTKIS, Pengurus Dewan Pendidikan Kab. Banyuwangi, mengajar di IAI Ibrahimy Genteng Banyuwangi

 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button