Artikel/OpiniMenuju Pemilu 2024Politik

Demisioner Ketua BEM STIT Batu Bara: Tolak Politik Praktis di Kampus

BeritaNasional.ID, BATU BARA SUMUT – Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan 204.807.222 warga negara sebagai pemilih atau masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024. Menariknya, separuh lebih pemilih adalah anak muda, yakni generasi Z dan milenial. PEMILU 2024 akan di ikuti sebanyak 56 persen pemilih Pemilu 2024 dari kelompok Gen Z dan milenial.

Setidaknya ada sebanyak 46.800.161 atau 22,85 persen pemilih merupakan generasi Z. Sebutan generasi Z merujuk pada orang yang lahir mulai tahun 1995 hingga 2000-an. Sedangkan pemilih dari generasi milenial sebanyak 66.822.389 orang atau 33,60 persen. Generasi milenial adalah sebutan untuk orang-orang yang lahir tahun 1980 sampai 1994.

Dengan begitu, generasi milenial dan Gen Z akan turut mewarnai peta dukungan politik 2024. Bahkan akan menentukan siapa calon presiden Indonesia mendatang. Oleh sebab itu, pemasaran politik di kalangan milenial dapat memberi kontribusi penting bagi keberhasilan kampanye tersebut.

Kampus adalah salah satu basis pemilih milenial. Dari situ, adalah seksi bagi masing-masing tim pemenangan untuk masuk ke kampus-kampus mulai dari belum masa nya kampanye sejak masa kampanye dimulai. Bahkan, para elite dan calon tak segan mempolitisasi kampus yang sejatinya merupakan tempat berkumpulnya para akademisi dan mahasiswa.

Kampanye dikemas apik dalam bentuk acara seminar atau pelatihan. Tapi kampanye tetaplah kampanye. Kata-kata “ganti” atau “lanjutkan’ tetap saja digemakan. Fenomena politikus masuk kampus memang lazim terjadi menjelang kontestasi pemilu. Para politisi yang biasanya sulit diundang, mendadak ingin tampil untuk menjadi pembicara di kampus.

Biasanya mereka tampil dalam agenda seminar resmi. Alih-alih ingin membagi ilmu tapi justru memanfaatkan panggung kampus sebagai lahan kampanye politik. Padahal aturan sudah sangat terang benderang. Larangan kampanye di lokasi tertentu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 280 Ayat (1) pada UU itu mengatur, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang melakukan sejumlah hal yakni menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, Domisioner Ketua BEM STIT Batu Bara periode 2019-2020, Ardion menyatakan sejumlah sikap, pertama adalah secara prinsip perguruan tinggi harus bersih dari kepentingan politik praktis, karena sejatinya integritas kampus sangat penting menjaga iklim demokrasi yang sehat.

“Pemilu 2024 menjadi tantangan bagi perguruan tinggi untuk mengawal pesta demokrasi ini agar kondusif, tentu kami harus turut menjaga agar tidak terjadinya konflik,” kata Ardion kepada wartawan, Sabtu (08/07/2023).

Pernyataan sikap kedua Demisioner Ketua BEM STIT Batu Bara ini adalah, kampanye sarat terhadap kontestasi kekuasaan yang kadang menciptakan perkubuan, sehingga bisa berdampak terhadap polarisasi masyarakat dan dapat terpecah belah.

Peran kampus, katanya, harus sebagai “Center of Excellence” untuk mengembangkan kajian dan penelitian terbaik dalam berbagai bidang keilmuan, maka kampus tidak sebagai tempat untuk berpolitik praktis atau sebagai instrumen pemenangan pemilu. Kemudian, peran kampus sebagai sarana untuk membicarakan masalah bersama rakyat, tempat menemukan alternatif solusi masalah, dan mitra pendidikan politik.

Pernyataan sikap ketiga, Ardion menyebutkan, demi menjaga integritas Universitas sebagai ruang intelektual dan pusat peradaban bangsa ke depan, kampus harus memberikan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat, bukan kepada pemenangan kandidat, partai politik, dan kekuasaan.

“Kami menyarankan bukan melakukan kampanye dalam kampus, tapi melakukan uji publik, uji kelayakan dan kepatutan kepada para calon eksekutif dan legislatif, bahkan debat terbuka dengan mahasiswa yang disaksikan oleh seluruh civitas akademika,” teganya.

Sementara itu, dalam PKPU Nomor: 33 Tahun 2018 pada Pasal 69 amat jelas melarang fasilitas Pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dijadikan tempat untuk berkampanye oleh peserta pemilu yang meliputi partai politik, calon anggota legislatif dan calon presiden serta calon wakil presiden.

Publik meminta para kandidat dan elite untuk sama-sama menahan diri. Sebab, sejatinya, universitas atau perguruan tinggi harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan tak menunjukkan keberpihakan kepada salah satu kekuatan politik.

Politisasi kampus dikhawatirkan akan mencederai nama baik mahasiswa dan universitas. Kampus harus dipertahankan sebagai arena pertarungan pemikiran akademik, bukan sebagai panggung politik praktis.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button