ACEHPolitik

Penyelesaian Sengketa Lahan PT Rapala, DPRK Aceh Tamiang Terbitkan Rekomendasi

BERITANASIONAL.ID, ACEH TAMIANG – Akhirnya DPRK Aceh Tamiang menerbitkan rekomendasi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) kasus sengketa lahan antara perusahaan perkebunan PT Rapala dan masyarakat Kampung Perkebunan Sungai Iyu Kecamatan Bendahara.

Surat rekomendasi bersifat penting Nomor 590/2000 tertanggal 14 September 2022 tersebut dialamatkan kepada Bupati Aceh Tamiang, Mursil selaku pihak eksekutif untuk dapat menjalankan poin-poin dalam rekomendasi dewan tersebut.

“Hari ini kita serahkan hasil RDP Komisi I DPRK Aceh Tamiang tanggal 30 Agustus 2022 kepada pihak Datok Penghulu Kampung Perkebunan Sungai Iyu,” sebut Ketua DPRK Aceh Tamiang, Suprianto di ruang kerjanya, Jumat (23/9/2022) sore.

Menurut Suprianto hasil RDP terseperihal wilayah administrasi Kampung Perkebunan Sungai Iyu, maka kami merekomendasikan kepada Bupati Aceh Tamiang untuk turun tangan menyelesaikan masalah sengketa agraria tersebut,” kata

Pimpinan kolektif DPRK Aceh Tamiang juga sudah menyerahkan rekomendasi tersebut kepada Datok Penghulu (Kepala Desa) Perkebunan Sungai Iyu, Ramlan didampingi perangkatnya dihadiri Direktur Eksekutif LembAHtari sebagai LSM pendamping.
Adapun butir rekomendasi DPRK Aceh Tamiang sebanyak lima poin yakni meminta kepada Bupati Aceh Tamiang agar mendesak perusahaan PT Raya Padang Langkat (Rapala), untuk mencabut laporan polisi di Polres Aceh Tamiang pada 23 Maret 2018 lalu.

Meminta kepada Bupati Aceh Tamiang agar menyurati Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI, melalui Kanwil BPN Aceh agar membebaskan tanah seluas 10,7 hektare wilayah Desa Perkebunan Sungai Iyu dari areal HGU PT Rapala sesuai SK Kepala BPN RI Nornor : 73/HGU/BPN RI/2014, tertanggal 14 April 2014.

Kemudian Bupati Aceh Tamiang diminta segera membentuk tim peninjau untuk melihat bukti atau fakta lapangan yang di enclave atau lokasi yang dibebaskan dari PT Rapala seluas 34,9 Ha tersebut, dengan melibatkan perusahaan PT Rapala, Komisi I DPRK Aceh Tamiang, Polres Aceh Tamiang, lembaga pendamping, Kantor BPN Provinsi atau Kabupaten Aceh Tamiang.

DPRK mendesak Bupati Aceh Tamiang menegur perusahaan untuk menghentikan rehabilitasi eks Sekolah Dasar (SD) Desa Perkebunan Sungai Iyu, karena aset bangunan dan tanah sudah pernah diserahkan pada 20 Juli 2004 untuk lokasi bangunan SD Swasta desa setempat.

Selanjutnya meminta kepada Bupati Aceh Tamiang untuk membatalkan izin HGU PT Rapala apabila perusahan tidak kooperatif kepada DPRK dan Pemkab Aceh Tamiang.

“Kita minta pihak eksekutif untuk menindaklanjuti rekomendasi ini di antaranya tentang administrasi Desa Perkebunan Sungai Iyu yang belum jelas hingga sekarang. Selain itu kita minta PT Rapala mencabut laporan polisi agar tidak ada lagi warga yang berstatus tersangka sudah lima tahun, bahkan ada beberapa orang yang meninggal dunia,” ungkap Suprianto.

“Kita kan, orang budaya timur ini kalau bisa menyelesaikan masalah dan persoalan dengan segera cukup dengan musyawarah jangan sampai berlarut-larut lama,” sambungnya.

Wakil Ketua I DPRK Aceh Tamiang Fadlon menegaskan seteleh mengeluarkan rekomendasi ini pihaknya segera turun melakukan Panitia Khusus (Pansus) (khusus PT Rapala) dengan melibatkan seluruh fraksi.

“Untuk Pansus ada prosesnya habis Bamus Ketua DPRK mengirimkan surat ke Fraksi-Fraksi untuk Fraksi-Fraksi mengirim anggotanya sesuai dengan jumlah keanggotaannya. Mungkin dalam dua minggu ini, namanya Pansus khusus semua Fraksi dilibatkan,” tegas politisi PA ini.

Sementara itu LSM LembAHtari menyampaikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 140/911/2013 tentang Penetapan Nama Wilayah dan Kode Wilayah Administrasi Desa/Gampong dan Kemukiman atau pemerintahan terkecil di Republik ini itu sudah ditetapkan wilayahnya masing-masing.

Di mana, wilayah Desa Perkebunan Sungai Iyu itu merupakan desa definitif tidak boleh dimasukan ke dalam wilayah HGU dan itu bersifat final. Namun kenapa ini terjadi, LembAHtari mensinyalir ada sesuatu kebijakan yang janggal setelah terbitnya SK Kepala BPN RI Nornor : 73/HGU/BPN RI/2014 tanggal 14 April 2014.

“Semoga kejanggalan itu bisa dijelaskan pihak terkait dalam Pansus nanti. Jadi diduga SK Nomor 73 tahun 2014 tentang pemberian hak perpanjangan izin dengan SK Peta Kadastra dan surat mantan Kepala Kanwil BPN Aceh itu tumpang tindih, artinya semuanya dilanggar berkaitan dengan SK Gubernur,” kata Direktur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal.

Sayed Zainal juga mempertanyakan dengan lahirnya UU Nomor: 11/2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya tetap 20 persen ada pembinaan dari perusahaan. Kemudian perusahaan tidak boleh menutup akses meski dalam wilayah konflik/sengketa dan sejenisnya.

“Makanya enclave lokasi yang dibebaskan seluas 34,9 hektare meliputi lahan perumahan, persawahan dan termasuk lapangan bola, itu mana buktinya. Hingga sekarang tidak jelas, tidak bisa ditunjukkan tanah 34,9 hektare itu,” tanya Sayed Zainal. ()

 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button