Ragam

Eksepsi Ditolak, Sidang Kasus Palu Arit Dilanjutkan Sidang Putusan Sela

BeritaNasional.ID,
BANYUWANGI – Kasus spanduk berlogo palu arit yang menyerupai lambang partai komunis saat demo tolak tambang pada 4 April 2017 lalu, Majelis Hakim menolak eksepsi terdakwa Heri Budiawan alias Budi Pego (41), Selasa (3/10/17).

Mendengar putusan Majelis Hakim tersebut, ratusan masyarakat yang mengatasnamakan penyelamat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) langsung melakukan sujud syukur dijalan tempat mereka mengawal sidang tersebut.

“Alhamdulillah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Merdeka!,” teriak kerumunan massa anti PKI yang berada didepan PN Banyuwangi.

Pada sidang agenda pembacaan putusan sela ini, Ketua Majelis Hakim, Putu Endru Sonata, SH tegas menolak eksepsi kuasa hukum terdakwa.

“Menimbang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka terhadap keberatan penasihat hukum terdakwa yang meminta agar surat dakwaan batal demi hukum adalah tidak beralasan. Sehingga statusnya dinyatakan tidak dapat diterima. Menimbang karena keberatan penasihat hukum terdakwa tidak diterima, maka pemeriksaan perkara ini harus dilanjutkan,” ucap Ketua Majelis Hakim dalam persidangan.

Proses persidangan kasus demo yang menggelar spanduk bergambar mirip lambang PKI ini akan dilanjutkan pada hari Selasa, 10 Oktober 2017 mendatang. Dengan agenda keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Ahmad Rifai, meyakini kliennya tidak bersalah. Karena dalam demo, Budi Pego dinilai tidak pernah melakukan perbuatan aktif untuk menyebarkan paham komunis. Meskipun dalam aksi 4 April 2017 lalu, dia bersama rombongan berpawai dengan membentangkan spanduk berlogo palu arit dijalan desa. Sedikitnya ada dua spanduk berlogo mirip lambang PKI dalam demo itu.

“Menyebarkan ini kalau dipahami artinya kan luas, luas sekali, bisa propaganda, ceramah menyampaikan nilai-nilai perjuangan komunisme dan lain-lain,” ungkap pengacara perwakilan Kontras Surabaya ini.

Usai proses persidangan, massa penyelamat NKRI, terus berorasi didepan PN Banyuwangi. Mereka mendesak agar segala hal yang terindikasi berkaitan dengan PKI harus dihukum berat. Terlebih tentang bahaya Laten Komunis, Banyuwangi, memang punya sejarah kelam. Sebanyak 62 orang kader GP Ansor telah menjadi korban kekejaman PKI pada 18 Oktober 1965 silam di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring.

“Itu tidak boleh dilupakan, gerakan apapun yang terindikasi menjadi kemunculan bahaya laten, harus diwaspadai,” kata Wakil Ketua PCNU Banyuwangi, H. Nanang Nur Ahmadi, melalui pengeras suara.

Seperti sebelumnya, Ketua PP Banyuwangi, Eko Suryono S.Sos, kembali mengajak seluruh masyarakat Bumi Blambangan, termasuk jajaran Tim konsorsium advokat Walhi, LBH Surabaya, Kontras dan For Banyuwangi, untuk berpikir jernih, serta tidak mudah terprovokasi isu pihak tak bertanggung jawab yang menyebut bahwa proses pengadilan terhadap terdakwa Budi Pego, adalah kriminalisasi.

“Ini tidak ada kaitannya dengan demo tolak tambang yang mereka lakukan, karena kita semua paham bahwa demo menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara. Namun sidang kali ini adalah murni tentang pengibaran logo palu arit yang itu mirip dengan lambang PKI, yakni organisasi terlarang musuh negara, musuh seluruh warga Indonesia. Dan sejarah mencatat, PKI pernah membantai dengan keji putra-putra Banyuwangi,” tegasnya.

Eko juga bicara terkait sosok Budi Pego. Dari penelusuran PP Banyuwangi, dia menemukan informasi yang cukup mencengangkan. Yakni Budi Pego banyak disebut bukanlah seorang aktivis lingkungan. Bahkan, rekam jejak terdakwa justru menunjukkan bahwa dia dulu merupakan mitra dari PT Indo Multi Niaga (IMN), perusahaan tambang emas besar yang pernah beroperasi di Banyuwangi.
Untuk itu, dia berharap para aktivis, LSM dan pegiat lingkungan mau sedikit membuka mata serta mencoba mencari tahu fakta sebenarnya di Tumpang Pitu. Bukan justru membabi buta dalam melakukan pembelaan. Karena, jejak perjalanan hidup Budi Pego yang merupakan mantan mitra perusahaan pertambangan, dinilai menyimpan rahasia tentang apa motif tujuan aksinya.

“Kenapa dia tidak dari dulu saja menolak pertambangan saat masa IMN, kenapa baru sekarang?,” serunya.

Caption : Budi Pego usai menjalani persidangan di ruang PN Banyuwangi

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button