Nasional

Lagi! Panggilan Kedua Tak Dipenuhi TP, Praktisi Hukum: Jemput Paksa itu Sah

BERITANASIONAL.ID, Parepare__Penyidik Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) kembali gagal untuk memeriksa Walikota Parepare nonaktif, Taufan Pawe (TP), dalam kasus dugaan Pelanggaran Pidana Pemilukada melalui Program Pembagian Beras Sejahtera (Rastra) tahun 2018, Jumat 11 Mei 2018 lalu.

Ini adalah kali kedua Taufan Pawe tidak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka oleh penyidik Sentra Gakkumdu alias mangkir, setelah pada jadwal pemeriksaan sebagai tersangka beberapa waktu lalu tidak dihadiri dengan alasan sedang berada di Jakarta.

Hal itu dibenarkan Koordinator Penyidik Sentra Gakkumdu yang juga Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Parepare, AKP Herly Purnama, saat dikonfirmasi via telepon genggamnya, Senin (14/5/2018).

Herly menjelaskan, dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan Pelanggaran Pidana Pemilukada melalui Program Pembagian Rastra tahun 2018 yang diteruskan penyidik Sentra Gakkumdu ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Parepare, status Taufan Pawe sudah ditetapkan sebagai tersangka. Hanya saja, kata dia, surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka yang dilayangkan penyidik, sudah dua kali tak dihadiri TP.

“Surat panggilan pemeriksaan yang kami (penyidik sentra gakkumdu, red) layangkan ke Timnya, itu panggilan pemeriksaan sebagai tersangka, dan sudah dua kali kita panggil tapi yang bersangkutan (TP) tidak pernah hadir. Pertama tak hadir karena sedang di Jakarta, panggilan kedua kembali tak hadir karena berangkat Umroh. Namun tidak ada pemberitahuan tertulis yang kami terima terkait alasan ketidak hadirannya pada dua panggilan pemeriksaan itu,” jelasnya.

Meski tersangka sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan tanpa alasan pemberitahuan secara tertulis kepada penyidik, Herly mengaku pihaknya belum ada jadwal untuk melakukan upaya pemanggilan paksa, termasuk jadwal pemanggilan ketiga karena menunggu kepulangan TP dari Umroh.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Parepare, Idil membenarkan pihaknya telah menerima SPDP kasus dugaan Pelanggaran Pidana Pemilukada melalui Program Pembagian Rastra tahun 2018, dari penyidik Sentra Gakkumdu awal Mei 2018. “Iya, SPDP yang dimaksud sudah kami (Kejaksaan, red) terima, kalau tidak salah tanggal 2 Mei 2018,” akuh Idil.

Sementara itu, Praktisi Hukum Makmur Raonah, turut angkat bicara terkait kasus yang menyeret Walikota Parepare nonaktif Taufan Pawe sebagai tersangka ini. Ia berharap penyidik mengedepankan asas persamaan di hadapan hukum (Equality before the law). Asas dimana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Hukum juga menimbulkan persoalan penting dan kompleks tentang kesetaraan, kewajaran, dan keadilan.

“Artinya, siapapun yang tidak kooperatif dalam suatu pemanggilan pemeriksaan oleh pejabat hukum yang berwenang, yah konsekuensi adalah harus dilakukan tindakan jemput paksa alias menghadirkan secara paksa. Jangan ada kesan penegakan hukum ibarat belah bambu, yang kecil diinjak yang besar ditarik,” kritiknya.

Menurutnya, ketidak hadiran tersangka pada dua panggilan pemeriksaan secara sah oleh penyidik tanpa adanya alasan tertulis yang patut dan beralasan hukum, dapat dianggap telah mangkir. “Kecuali menyerahkan alasan tertulis yang patut dan beralasan hukum, landasannya tersangka dianggap tidak mangkir,” tuturnya.

Meski didalalm KUHAP, kata dia, tidak ditemukan istilah jemput paksa maupun panggilan paksa, yang ada hanya istilah menghadirkan secara paksa. “Jemput paksa itu sah kalau yang dipanggil tidak kooperatif. Jadi panggil paksa dan jemput paksa harus didahului dengan pemanggilan yang sah,” ungkapnya.

Dikatakannya, panggilan paksa dapat saja dilakukan oleh penyidik pada tingkat penyidikan maupun pada proses persidangan, sedangkan jemput paksa dapat dilakukan oleh penyidik kepada setiap orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka apabila setelah dilakukan pemanggilan secara sah dan patut sebanyak 2 (dua) kali pemanggilan dan keduanya tidak dihadiri.

Dia menambahkan, panggilan paksa atau jemput paksa juga dapat dilakukan terhadap saksi, apalagi terhadap seorang yang sudah menjadi tersangka. Hal itu, lanjut dia, sudah sangat tegas diatur didalam pasal 112 ayat 2 KUHAP yang berbunyi “bahwa setiap orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya”.

Taufan Pawe sendiri tengah diproses terkait dugaan Kasus Pelanggaran Pidana Pemilukada yakni Program Rastra, dengan dijerat Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Adapun bunyi Pasal 188 yakni setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Kasus ini berawal dari laporan salah satu warga, Abdul Rasak Arsyad, ke Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Parepare, terkait pembagian beras rastra yang disebut dilakukan petahana Taufan Pawe pada 26-29 Januari 2018. Sementara mutasi dilakukan berdasarkan SK Walikota Parepare nomor 146 dan 147 tahun 2018 yang menetapkan pelaksana tugas jabatan administrator lingkup Kota Parepare pada 2 Februari 2018.

Setelah melakukan proses klarifikasi terhadap sejumlah dokumen, saksi dan terlapor, dilakukan kajian dan musyawarah Tim Sentra Gakkumdu (Pengawas, Polisi, Jaksa). Hasilnya, Panwaslu Parepare mengeluarkan Rekomendasi bernomor: 83/SN-24/PM-00-05/IV/2018, Jumat malam (27/4) pukul 23.15 Wita.

Dalam Rekomendasi Panwaslu Parepare yang ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Parepare dan Polres Parepare yang diteken Ketua Panwaslu Parepare, Muh Zainal Asnun dan di cap itu, Taufan Pawe disebut terbukti melakukan dua pelanggaran, yakni mutasi pejabat dan program Rastra.

Adapun bunyi kesimpulan rekomendasi Panwaslu, Laporan dengan nomor 05/LP/PW/Kot/27.02/iv/2018 diduga memenuhi unsur pasal 188 Juncto pasal 71 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota diteruskan kepada Kepolisian Resort Kota Parepare dan diteruskan sebagai pelanggaran administrasi kepada KPU Kota Parepare. (*)

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button