OpiniPendidikan

Penguatan Jaminan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Era Ekonomi Digital

Oleh : Rizka

(Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)

Dunia kini mengalami perkembangan yang begitu signifikan termasuk model bisnis dengan metode transaksi baru. Perubahan ini akan menimbulkan persaingan usaha secara kompleks dengan memperhadapkan antara industri berbasis digital dengan konvensional. Persaingan usaha termasuk salah satu faktor penting dalam pergerakkan perekonomian suatu negara. Persaingan usaha mengatur terkait perdagangan, industri, iklim usaha yang kondusif, dan sebagainya. Kebutuhan akan adanya suatu kebijakan dan undang-undang persaingan usaha menjadi faktor dalam menentukan jalannya proses persaingan. Undang-undang persaingan usaha umumnya berfokus pada kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat (consumer welfare).

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999) sebagaimana diatur pada Pasal 2 bahwa: “Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 (UUD 1945). Selain itu, terdapat dua unsur penting bagi penentuan kebijakan (policy objectives) yang ideal untuk mengatur persaingan yakni kepentingan umum (public interest) dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Pemahaman terkait norma hukum akan memberi arahan dan mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum yang akan dilakukan. Jika hal tersebut dilaksanakan maka  dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar.

Era Ekonomi Digital di Indonesia

Masa depan ekonomi digital Indonesia sepatutnya menjadi fokus kita bersama dalam membangun kolaborasi dan mengoptimalkan potensi ekonomi digital di Indonesia yang bisa mencapai USD 65 miliar pada 2022 sebagaimana prediksi Lembaga riset McKinsey & Company. Selain itu, menurut data World Market Monitor, ekonomi digital diproyeksi menyumbang USD 155 miliar atau 9,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2025. Sumbangan itu terdiri atas peningkatan lapangan kerja senilai 35 miliar dolar AS atau 2,1 persen PDB serta mendorong produktivitas 120 miliar dolar AS atau 7,4 persen PDB.

Pertumbuhan perekonomian yang pesat akan memberikan kemudahan dan kekhawatiran. Kemudahan yang ditawarkan meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di satu sisi, kekhawatiran dirasakan oleh seluruh pelaku aktivitas bisnis di era ekonomi digital. Munculnya pelaku usaha dalam bisnis digital dengan pangsa pasar yang besar. Seperti halnya bukalapak, tokopedia, lazada, shopee, gojek, uber, maxim dan grab dapat menimbulkan gejolak bagi pelaku usaha kenvensional. Jika tidak diimbangi dengan kesimbangan pasar dan pengawasan yang ketat dari pemerintah dapat menimbulkan celah praktik monopoli yang bisa merugikan kepentingan umum. Praktik monopoli kian marak terjadi di antaranya jual rugi (predatory pricing). Jual rugi (Predatory Pricing) merupakan salah satu kegiatan yang dilarang secara Rule of Reason. Selain itu, Komisi Pengawas Persainga Usaha (KPPU) menyatakan dalam Putusan Nomor 13/KPPU-I/2019 bahwa Grab Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) telah melakukan diskrimasi terhadap mitra pengemudi mandiri. Grab dan TPI dijerat dengan beberapa pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, yakni pelanggaran soal  tindakan diskriminatif (Pasal 19 huruf d) atau tidak setara terhadap mitra perorangan dan mitra yang tergabung dalam TPI dan pelanggaran integrasi vertikal terkait penguasaan pasar (Pasal 14).

Timbulnya permasalahan di era ekonomi digital menandakan bahwa penegakan hukum yang ada masih lemah karena masih memberikan celah kepada para pelaku usaha. Untuk itu penegakan hukum harus dibarengi penguatan dari segi penegakan hukum agar tidak menimbulkan kekhawatiran bagi semua pelaku usaha. Perlunya “penciptaan” rambu-rambu pengawas untuk memberikan kepastian bagi pelaku usaha di era ekonomi digital.Salah satu negara yang dapat menjadi contoh dalam penegakan persaingan usaha yakni Singapura. Assistant Chief Executive Competition Commission of Singapore (CCS), Ng Ee Kia mengatakan bahwa untuk memahami era ekonomi digital terlebih dahulu perlu mengukur dan memantau dampaknya ke pasar. Selain itu, perlunya mempelajari pasar bersangkutan agar selalu mengikuti perkembangan dan lebih tepat nantinya ketika mengambil suatu kebijakan yang tepat.

Optimalisasi peran KPPU 

Persaingan dalam dunia usaha itu merupakan condition sine qua non atau persyaratan mutlak bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Sehingga, pentingnya peran KPPU dalam menegakan hukum di era ekonomi digital. KPPU merupakan lembaga yang bersifat independen, di mana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest. Kewenangan KPPU tersebut diatur dalam Pasal 36 ayat (6) dan Pasal 36 ayat (7) UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu, KPPU juga menyerupai lembaga peradilan (quasi judicial) yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha. KPPU memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha, Walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden.  Namun pada realitanya kewenangan yang dimiliki KPPU masih belum mampu meminimalisir terjadinya persaingan usaha tidak sehat di era ekonomi digital. Akibat dari regulasi yang masih belum mampu mengakomodir pada permasalahan di era ekonomi digital. Untuk itu, dibutukannya optimalisasi peran KPPU untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk secepatnya melakukan pembaharuan terhadap UU No. 5 Tahun 1999 yang mengatur terkait ekonomi digital. Serta menegaskan perbedaan antar bisnis yang berbasis digital dan konvensional. Setelah itu,  KPPU harus saling bersinergi antar elemen di masyarakat dan pemerintah dalam menegakan hukum persaingan usaha. Jika kedua hal tersebut dapat terlaksana maka iklim persaingan usaha yang sehat dapat tercipta di Indonesia.

Persaingan usaha yang sehat akan memberikan akibat positif bagi para pelaku usaha, sebab dapat menimbulkan motivasi atau rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi, dan kualitas produk yang dihasilkannya. Selain menguntungkan bagi para pelaku usaha, tentu saja konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat itu, yaitu adanya penurunan harga, banyak pilihan, dan peningkatan kualitas produk. Sebaliknya apabila terjadi persaingan usaha yang tidak sehat antara para pelaku usaha tertentu berakibat negatif tidak saja bagi pelaku usaha dan konsumen, tetapi juga memberikan pengaruh negatif bagi perekonomian nasional.

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button