CitizenOpini

Kedudukan Fungsionaris Remaja sebagai Penyalur Primer Pembaruan Birokrasi

Oleh: Muhammad Aditia Rizki *)

Sejarah birokrasi Indonesia tidak pernah lepas dari pengaruh sistem politik saat ini. Terlepas dari sistem politik yang dianut selama pemerintahan bersejarah Indonesia, birokrasi memainkan peran sentral dalam kehidupan masyarakat. Bahkan dalam sistem politik yang sentralistik atau modern, sulit untuk memisahkan keberadaan birokrat dari aktivitas pemerintahan dan kepentingan politik.

Dengan kata lain, birokrasi sulit melepaskan diri dari jaringan kepentingan politik praktis. Birokrasi yang seharusnya menjadi badan pelaksana kebijakan politik, telah bergeser perannya menjadi sarana politik.

Birokrasi kolonial dan budaya feodal yang diwarisi dari Kerajaan Lama memiliki hasil yang beragam dalam operasi birokrasi saat ini. Akuntabilitas birokrasi hanya ditujukan kepada pejabat di atasnya, bukan kepada rakyat biasa. Demikian pula loyalitas dan akuntabilitas aparatur tingkat bawah diarahkan hanya kepada pimpinan di atasnya. Birokrat tingkat bawah, seperti pimpinan dan lainnya, selalu berusaha menjaga kepuasan pimpinan agar tercipta budaya kerja yang selalu disukai pimpinan.

Jenis perilaku bermusuhan dalam birokrasi ini berdampak besar pada munculnya patologi birokrasi, khususnya korupsi di dalamnya. Budaya subur memberi suap, uang Polandia, uang tembakau, uang perdamaian, atau praktik budaya tahu dan tahu pada dasarnya merupakan bentuk korupsi yang masih dibudayakan di birokrasi. Substansi korupsi dalam birokrasi tidak lebih dari bagian dari sistem feodal yang menggerogoti birokrasi.

Secara struktural, korupsi juga disebabkan oleh posisi dominan birokrasi sebagai sumber utama barang, jasa dan lapangan kerja, serta sebagai pengatur kegiatan ekonomi. Dominasi birokrasi yang berpihak pada negara berarti mengaburkan kekuatan lain dalam struktur sosial masyarakat, dan birokrasi mengontrol sebagian besar informasi politik untuk mempengaruhi opini publik.

Generasi muda yang bekerja sebagai birokrasi merupakan dasar untuk mengelola birokrasi. Karakter pemuda pembangkang, ideal, kreatif dan berani harus diperkuat sebagai motor penggerak utama di balik lahirnya reformasi birokrasi. Para birokrat muda harus melakukan berbagai terobosan dan keberanian untuk mempercepat laju perubahan yang diinginkan. Beberapa aspek penilaian kinerja birokrasi yang perlu diperhatikan oleh birokrat muda di antaranya yaitu:

.Keberanian kebijaksanaan
.Arah tentang transpormasi
.Menempuh paternalisme

Namun seringkali menjadi masalah penilaian kinerja birokrasi masih hanya menyebut kepentingan organisasi, bukan kepuasan masyarakat pengguna, dalam hal ini perangkat menghadapi dua kemungkinan yang saling bertentangan, kemungkinan ada. Di satu sisi, kinerja dianggap baik jika perangkat tersebut melayani masyarakat berdasarkan standar acuan praktik (juklak/juknis) yang ada. Sebaliknya, jika suatu organisasi terkait dengan kepentingan masyarakat dan dapat dianggap melanggar standar praktik (juklak/juknis) atau aturan yang ada, maka dianggap gagal karena menyimpang dari aturan yang ada.

Harapan penulis pihak berwenang bisa di hadapkan oleh dua opsi yang saling bertentangan. Di satu sisi, jika perangkat tersebut melayani masyarakat berdasarkan standar acuan praktik (juklak/juknis) yang ada, maka dianggap berfungsi dengan baik. Sebaliknya jika perangkat tersebut terkait dengan kepentingan masyarakat, dapat dianggap bertentangan dengan standar praktek (juklak/juknis) atau peraturan yang ada, dan gagal karena menyimpang dari peraturan yang ada. Oleh karena itu, indikator sistem insentif perlu diperluas dengan memasukkan unsur-unsur responsivitas pelayanan publik yang lebih dinamis, kreativitas memberikan pelayanan yang lebih baik, dan keberanian berinovasi terhadap tuntutan masyarakat pengguna jasa yang semakin berkembang. (*)

*) Penulis adalah Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button