OpiniRagam

Menuju Peradilan Modern Pengadilan Pajak

Oleh: Ari Julianto, SE., AK., MM *)

Dalam mewujudkan amanat konstitusi untuk menegakkan hukum dan keadilan, peradilan harus dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.

Untuk mencapai cita-cita penegakkan hukum dan keadilan tersebut dan dalam rangka penyelenggaraan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan bagi masyarakat di seluruh tanah air perlu kiranya diselenggarakan peradilan elektronik atau peradilan yang menggunakan dukungan teknologi informasi. Namun demikian, untuk mewujudkan itu semua masih terdapat tantangan dan kendala dalam implementasinya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin menguraikan permasalahan sebagai berikut:

  1. Apakah hukum acara pengadilan pajak mendukung peradilan elektronik?
  2. Apakah kendala dan tantangan yang dihadapi dalam implementasi peradilan elektronik pada pengadilan pajak?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dinyatakan peradilan harus dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat,  dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.

Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang  dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan  perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan  Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Hukum Acara

Hukum acara pengadilan pajak memiliki karakter mendukung peradilan elektronik sengketa pajak. Asas-asas hukum acara pengadilan pajak tersebut diantaranya:

  1. Asas persidangan terbuka untuk umum (operbaar)
  2. Asas cepat, murah dan sederhana
  3. Asas praduga keabsahan / rechmatig (praesumtio iustae causa)
  4. Asas hakim bersifat menunggu (judex ne procedat ex officio)
  5. Asas keaktifan hakim (dominus litis)
  6. Asas pembuktian bebas (vrije bewijsleer)
  7. Asas putusan dapat bersifat reformatio in peius (kebenaran material atas sengketa yang diperiksa)
  8. Asas tidak ada gugat rekonvensi (gugat balik)
  9. Asas pemohon banding/penggugat tidak wajib hadir
  10. Asas beracara tidak harus diwakilkan
  11. Asas putusan pengadilan pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hokum yang tetap (final and biding)
  12. Asas pencantuman dissenting opinion dalam putusan pengadilan pajak

Kendala dan Tantangan

Walaupun karakter Hukum Acara Pengadilan Pajak mendukung peradilan sengketa pajak dapat dilakukan secara elektronik namun terdapat kendala sekaligus tantangan dalam implementasinya, diantaranya yaitu:

  1. Pembuktian

Alat bukti dapat berupa: surat atau tulisan, ahli, keterangan para saksi, pengakuan para pihak; dan/atau pengetahuan Hakim.
Berdasar UU 14/2002, Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :
a. akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
b. akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya;
c. surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang;
d. surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan.

Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.
Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.
Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Ketika pemeriksaan online, pembuktian menjadi pertanyaan besar dalam penerapannya. Diantaranya bagaimana menilai kualitas alat bukti yang disodorkan? Siapa yang berwenang menilai alat bukti tersebut?

  1. Belum ada SOP Peradilan Elektronik Pengadilan Pajak

Sampai saat ini MA telah menerbitkan PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang administrasi perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik. Namun PERMA tersebut berlaku umum. Oleh karena kekhususan Pengadilan Pajak, dibutuhkan PERMA tersendiri yang mengatur peradilan elektronik di PP.

Persidangan Secara Elektronik adalah serangkaian proses memeriksa dan mengadili perkara oleh pengadilan yang dilaksanakan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Ketua Pengadilan Pajak dalam hal ini dapat mengajukan draft PERMA kepada Mahkamah Agung agar dapat dibahas bersama dan diputuskan menjadi SOP peradilan elektronik di Pengadilan Pajak.

Hal tersebut menindaklanjuti amanat Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan, “Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan, maka perlu dilakukan pembaruan administrasi dan persidangan guna mengatasi kendala dan hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan.”

Dan juga guna memenuhi PERMA Nomor 1 Tahun 2019 tentang administrasi perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik yang menyatakan bahwa tuntutan perkembangan zaman mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara dan persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien.

  1. Otomasi Manajemen Sengketa Pajak

Panitera Pengadilan Pajak dalam hal ini Sekretariat Pengadilan Pajak yang berkedudukan dibawah Kementerian Keuangan telah menggulirkan program “8 Aksi Transformasi Digital Manajemen Sengketa Pajak” meliputi:

  1. Digitalisasi pelayanan publik e – tax court. Sistem informasi e-Tax Court mendukung modernisasi administrasi sengketa pajak serta interoperabilitas dengan DJP dan DJBC.
  2. Regulasi modernisasi layanan. Regulasi sebagai payung hukum administrasi sengketa pajak dan persidangan secara elektronik.
  3. Benchmarking modernisasi layanan. Kajian benchmarking untuk penyusunan regulasi system informasi e-Tax Court
  4. Profiling sengketa pajak. Pemanfaatan hasil profiling putusan PP bagi Hakim PP dan Pimpinan Kemenkeu
  5. Pengurangan dokumen fisik. Implementasi e-dokumen sebagai solusi atas pengurangan berkas fisik
  6. Manajemen pemberkasan. Penerapan standar pemberkasan berkas sengketa untuk ketertiban dan kerapihan berkas sengketa
  7. Activity based workplace. Perwujudan RKMD yang mendukung ABW dan FWS pada seluruh ruang kerja
  8. Penguatan kompetensi SDM. Kesiapan Hakim PP dan pegawai dalam menghadapi dan menjalankan transformasi

Perkembangan yang cukup pesat nampak dari penataan ruang kerja menuju ruang kerja masa depan. Di samping itu, progres pengembangan aplikasi telah berjalan guna menciptakan Sekretariat Pengadilan Pajak sebagai institusi yang modern.

Untuk mewujudkan amanat konstitusi, menegakkan hukum dan keadilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan maka kebutuhan akan peradilan elektronik dan modern tidak dapat terelakkan.

Terkait kekhususan Pengadilan Pajak, dalam implementasi teknologi informasi dibutuhkan kesiapan hukum acara peradilan elektronik pada Pengadilan Pajak dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). PERMA Hukum Acara Peradilan Elektronik Pengadilan Pajak dapat diterbitkan tidak terlalu lama lagi agar bisa menjawab masalah diantaranya hal pembuktian.

*Penulis:  Ari Julianto, SE., AK., MM
Pemerhati Pajak

 

Lihat Selengkapnya

Related Articles

Back to top button